Avanti Fontana. 6 Oktober 2015. Catatan Diskusi Panel Inovasi Nasional “Membangun Ekosistem Inovasi Indonesia: Perlu Kepemimpinan Inovatif untuk Bangun Ekosistem Inovasi Indonesia.” Yayasan Planet Inovasi dan The Ary Suta Center.

Design 1RRR

Peran kepemimpinan yang inovatif diperlukan untuk membangun ekosistem yang kondusif dan terintegrasi agar inovasi dapat berkembang dan memberikan kontribusi lebih besar terhadap pembangunan nasional. Pemerintah berperan krusial dalam membangun ekosistem inovasi nasional lewat perannya dalam menciptakan lingkungan politik, lingkungan regulasi, dan lingkungan bisnis yang kondusif. Selain itu, kecerdasan kolektif pada tatanan pembuat kebijakan juga diperlukan untuk menjamin pertumbuhan demokrasi dan kedaulatan nasional dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan membangun ekosistem inovasi nasional perlu diikuti dengan perumusan strategi dan upaya yang terperinci yang siap diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan sistem inovasi nasional.

Demikian benang merah diskusi panel “Membangun Ekosistem Inovasi Indonesia” yang diselenggarakan oleh Yayasan Planet Inovasi (Planet Inovasi Foundation) bekerja sama dengan The Ary Suta Center for Leadership, Strategy, and Critical Thinking, di Jakarta, Selasa (6/10).

Para panelis diskusi ini adalah President, Strategic Center for Indonesia Innovation, Moeldoko; Chairman, The Ary Suta Center, I Putu Gede Ary Suta; Ketua Umum Planet Inovasi dan Dosen Strategi dan Manajemen Inovasi Universitas Indonesia, Avanti Fontana; Pendiri Bina Swadaya dan Pelaku Wirausaha Sosial, Bambang Ismawan; dan Pengembang Bidang Energi Terbarukan dan General Manager Canadian Solar South East Asia Pte Ltd, Insan Boy; dengan moderator Direktur Eksekutif Kiran Resources, Soebowo Musa.

Para panelis melihat peran kepemimpinan yang inovatif pada semua tingkat pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, dan komunitas serta komponen bangsa lainnya, merupakan faktor fundamental yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan sistem inovasi yang terintegrasi bagi penguatan daya saing bangsa.

Moeldoko menyampaikan, perlunya perubahan paradigma tentang inovasi pada tatanan pimpinan nasional dan daerah dengan menjadikan inovasi sebagai pola pikir dan pola tindak. Hal itu bisa dilakukan dengan memperbaharui struktur organisasi pemerintah termasuk meninjau pentingnya keberadaan Innovation National Agency yang berperan koordinatif dalam ekosistem inovasi nasional. Pembaruan struktur organisasi pemerintah perlu dilakukan agar kita memiliki kemampuan dan fleksibilitas dalam berinovasi serta menghadapi tantangan-tantangan strategis di masa depan. “Juga mendorong pengembangan sumber daya manusia sebagai agen-agen pembangunan utama yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi untuk melakukan inovasi di berbagai bidang,” ungkap mantan Panglima TNI itu.

I Putu Gede Ary Suta mengatakan, faktor kepemimpinan dan intelijen kolektif merupakan faktor fundamental yang diperlukan guna mendukung pembangunan nasional berbasis inovasi. Diskusi panel ini, paparnya, merupakan upaya nyata di tingkat pemikiran strategis untuk melihat peluang dan tantangan dalam bangunan ekosistem inovasi nasional guna menunjang pembangunan berbasis inovasi dalam upaya mencapai tujuan nasional.

Avanti Fontana menjelaskan, ekosistem inovasi yang kondusif memungkinkan terjadinya jejaring kerja sama inovasi di antara seluruh komponen bangsa dan organisasi-organisasi untuk menghasilkan dan memanfaatkan karya-karya inovasi itu sendiri. Lingkungan institusional yang kondusif untuk inovasi mencakup antara lain lingkungan politik, lingkungan regulasi, lingkungan bisnis. Lingkungan ini perlu dirancang bangun untuk memfasilitasi inovasi di berbagai bidang dan tingkatan usaha serta organisasi. Pendidikan dan riset, infrastruktur, kematangan pasar serta bisnis termasuk di sini adalah keberadaan sumber daya manusia yang ahli dan terampil dalam berinovasi, menjadi faktor penting lainnya yang harus disiapkan secara komprehensif nasional. Hal ini menuntut produk-produk kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang kondusif, menyeluruh dan menyentuh semua tingkat makro dan mikro nasional. Interaksi sistematis dan kondusif antar pelaku inovasi nasional, yaitu pemerintah, bisnis/industri, lembaga riset/universitas, dan komunitas perlu menjadi praktik keseharian pembangunan nasional berbasis inovasi.

Bambang Ismawan mengungkapkan, keterkaitan antara sumber daya dan pelaku pembangunan seperti dana, peralatan, fasilitas, sumber daya manusia, peneliti dan perwakilan industri mencerminkan komponen sistem inovasi nasional yang terintegrasi. Hal ini memungkinkan terjadinya pembangunan dan perkembangan teknologi dan inovasi, melalui interaksi universitas, bisnis, kapitalis ventura, pusat riset universitas bekerja sama dengan dunia usaha dan industri, pengambil kebijakan, serta lembaga pendanaan. Peluang membangun ekosistem inovasi nasional terbuka untuk mendorong lahirnya grassroot-types of innovation pada tingkatan komunitas/masyarakat secara berkesinambungan.

Insan Boy mengatakan, kebijakan inovasi pemerintah, insentif dan komitmen pemerintah untuk mendorong dan mendukung inovasi perlu diwujudkan secara nyata dan menyeluruh dan menyangkut berbagai sektor. Hal ini menuntut adanya ekosistem inovasi nasional yang kondusif. Dalam hal ini, ekosistem inovasi nasional sebagai pelaku dan entitas pelaksana proses inovasi nasional. Peran best practices nasional/internasional dalam konteks pembangunan berbasis inovasi penting dalam mendukung bangunan ekosistem inovasi yang memadai.

Indonesia belum optimal

Planet Inovasi dan ASC menyajikan data kinerja Inovasi Indonesia menurut Data Indeks Inovasi Global 2015 (Cornell University, INSEAD, and WIPO 2015: The Global Innovation Index 2015: Effective Innovation Policies for Development, Fontainebleau, Ithaca, and Geneva). Data menunjukkan kinerja inovasi Indonesia belum optimal.

Indeks Inovasi Global 2015 menunjukkan peringkat Indonesia dalam perbandingan dunia 141 negara (Cornell University, INSEAD, and WIPO 2015: The Global Innovation Index 2015: Effective Innovation Policies for Development, Fontainebleau, Ithaca, and Geneva). Indonesia ada pada peringkat ke 97 dari 141 negara. Peringkat tersebut ditunjukkan oleh skor inovasi Indonesia pada angka 29,8 dari skor maksimum angka 100 atau baru sekitar 30% dari skor total. Hal itu dapat memproksi aktualitas dan potensi kapasitas produktif inovasi Indonesia. Sementara untuk kinerja input atau kinerja faktor-faktor pendukung proses inovasi nasional, Indonesia ada di peringkat 114. Sub-indeks input inovasi tersebut terdiri dari lima faktor yang terkait erat dengan bangunan ekosistem inovasi nasional, bangunan yang memungkinkan interaksi antar aktor/pelaku dan entitas pemerintah, lembaga riset, universitas, pelaku usaha bisnis dan industri mikro hingga besar, serta komunitas.

Lima faktor tersebut (Sumber: Data Indeks Inovasi Global Tahun 2013, 2014, 2015 (Cornell University, INSEAD, and WIPO 2015: The Global Innovation Index 2015: Effective Innovation Policies for Development, Fontainebleau, Ithaca, and Geneva)) perlu mendapat perhatian serius karena skor dan peringkatnya menunjukkan kondisi Indonesia yang belum optimal: menurut Indeks INovasi 2015 (1) faktor institusi ada pada peringkat 130; (2) SDM dan riset ada pada peringkat 87; (3) infrastruktur peringkat 85; (4) lingkungan pasar peringkat 86; dan (5) lingkungan bisnis peringkat 124.

Faktor institusional atau kelembagaan berhubungan dengan lingkungan politik, hukum dan peraturan serta bisnis. Faktor SDM dan Riset berkaitan dengan pendidikan, penelitian dan pengembangan. Faktor infrastruktur berkaitan tengan teknologi informasi dan komunikasi, infrastruktur umum serta lingkungan ekologi yang berkelanjutan keberadaannya. Tingkat kemuktahiran pasar (market sophistication) berhubungan dengan kredit, investasi, perdagangan dan kompetisi. Tingkat kemuktahiran bisnis terkait dengan pengetahuan tenaga kerja (keahlian dan keterampilan tenaga kerja), lingkaran inovasi bisnis dan pemangku kepentingannya, serta daya serap pengetahuan dan valuasinya. Lima faktor tersebut merupakan faktor-faktor dalam input inovasi yang diperlukan untuk menghasilkan output inovasi. Indeks Inovasi Global mengukur dua jenis output yaitu (1) output pengetahuan dan teknologi, yang berhubungan dengan penciptaan pengetahuan, dampak dan penyebaran pengetahuan, dan (2) output kreatif yang berhubungan dengan aset nirwujud, produk-produk kreatif, dan kreativitas online.

Mari kita ambil contoh faktor institusi yang terdiri dari lingkungan politik, lingkungan regulasi dan lingkungan bisnis. Peringkat dari tahun 2013-2015 menunjukkan situasi yang jauh dari optimal dengan peringkat berturutan 138, 137, dan 130, atau ada sekitar 129 negara di atas kita yang lebih baik kondisi institusionalnya. Lingkungan regulasi merupakan sub-faktor institusi yang paling memprihatinkan dalam hal ini. Kondisi ini tentu berpengaruh besar pada pembentukan ekosistem inovasi nasional yang kondusif sebagai stimulator berjalannya proses inovasi di berbagai sektor dan tingkatan entitas di Indonesia.

Jika kita bandingkan dengan kinerja lingkungan institusional dari 129 negara lainnya di dunia dan Negara-negara di kawasan ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Viet Nam, Thailand, Filipina, dan Kamboja, kinerja lingkungan inovasi Indonesia masih jauh dari optimal. Keberadaan faktor input inovasi yang belum kondusif ini tentunya berdampak pada kinerja output inovasi Indonesia. Untuk indeks output inovasi tahun 2015 dalam bentuk pengetahuan dan teknologi, Indonesia ada pada urutan 100 dari 141 dan untuk output kreatif urutan 78 dari 141 negara. Peringkatnya dari 2013-2015 bahkan menunjukkan peringkat yang merendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat yang sama dunia berubah, Negara-negara yang tadinya tidak masuk dalam kategori berkinerja secara inovasi sekarang muncul di kancah inovasi dunia seperti untuk ASEAN muncul pelaku baru Vietnam dan Kamboja serta Kenya dan Uganda di Afrika. Faktor pemicunya adalah bangunan ekosistem inovasi nasional lewat lingkungan institusional yang kondusif.

Saat melihat peringkat kinerja inovasi Indonesia di tengah Negara-negara BRICS, Kenya dan Uganda, peringkat Indonesia masih pada urutan bawah (Lihat Data Indeks Inovasi Global Tahun 2013, 2014, 2015 (Cornell University, INSEAD, and WIPO 2015: The Global Innovation Index 2015: Effective Innovation Policies for Development, Fontainebleau, Ithaca, and Geneva)). Dalam konteks membangun ekosistem inovasi nasional, kita dapat pertama-tama memfokuskan pada tampilan data input institusi, input SDM dan riset, input infrastruktur, input pasar dan bisnis sebagai faktor yang mempengaruhi lingkungan interaksi para pelaku dan entitas sistem inovasi nasional. Kita pun dapat membandingkannya dengan kinerja input Negara-negara lain tersebut.

Diskusi Panel Inovasi Nasional ini bertujuan memberi masukan strategis kepada para pemangku kepentingan inovasi nasional tentang pentingnya membangun ekosistem atau lingkungan interaktif yang kondusif untuk efektivitas inovasi nasional di tengah lingkungan yang semakin dinamis dan kompleks. Masukan strategis diperoleh dari diskusi yang mengangkat gambaran peluang dan tantangan serta usulan solusi nyata tentang sistem inovasi nasional yang terintegrasi dalam suatu ekosistem yang kondusif.

Diskusi Panel Inovasi Nasional tentang Membangun Ekosistem Inovasi Indonesia ini memberi gambaran peluang dan tantangan ekosistem inovasi Indonesia yang kinerjanya belum optimal serta langkah nyata yang dapat segera dilakukan adalah Pemerintah bekerja sama dengan para pemangku kepentingan sistem inovasi nasional. Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi kebijakan, strategi, dan upaya yang ada selama ini dalam bidang sistem inovasi nasional dan menyempurnakan kebijakan, strategi, dan upaya dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara sistematis kinerja inovasi suatu Negara antara lain terkait dengan kualitas lingkungan politik, lingkungan regulasi, lingkungan bisnis, tingkat pendidikan, riset dan pengembangan, infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, infrastruktur umum, fasilitas kredit dan investasi untuk semua jenis dan besaran usaha, kualitas tenaga kerja, kualitas interaksi pelaku inovasi, daya serap pengetahuan pelaku dan entitas inovasi. (**)

TENTANG PENYELENGGARA

PLANET INOVASI FOUNDATION

Planet Inovasi didirikan di Jakarta pada tanggal 9 Januari 2014.
Maksud: Planet Inovasi sebagai penggagas dan/atau penggerak inovasi nasional yang menyangkut delapan bidang geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Tujuan: Planet Inovasi menciptakan dan/atau mewujudkan inovasi-inovasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Visi: Planet Inovasi memfasilitasi perwujudan sistem inovasi nasional guna mendukung pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
Kegiatan: Panggung Pemuda Kebangsaan I (Maret 2014), Workshop Inovasi Kebangsaan I (Sejak 2014), Narasumber Inovasi, Panglima TNI Innovation Award (Agustus-Oktober 2014), Cerita Inovasi Tanah Air (CINTA) Indonesia (Sejak 2015), Diskusi Panel dan Diskusi Fokus Inovasi Nasional (Sejak 2015), Penghargaan Inovasi (Innovation Award) (Sejak 2016), Penulisan dan Penerbitan Hasil Kajian (Sejak 2015), Gerakan Inovasi Nasional (sejak 2014).
Planet Inovasi bersifat terbuka, non partisan, dan membangun jejaring keanggotaan seluruh komponen bangsa serta mengundang dan merekrut mitra yang berdedikasi untuk mengelola gerakan-gerakan inovasi di berbagai bidang guna mendukung pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.

THE ARY SUTA CENTER FOR LEADERSHIP, STRATEGY, AND CRITICAL THINKING (ASC)

Misi: (1) Membangun kompetensi, penciptaan nilai, dan daya saing bangsa; (2) melakukan penelitian yang berkualitas terhadap pemikiran masyarakat untuk menciptakan “fair mindness” dan kecerdasan eksekutif; (3) melakukan kajian yang komprehensif tentang kepemimpinan yang cocok dan berkualitas untuk Indonesia; (4) melakukan penelitian dengan fokus untuk meningkatkan kompetensi bangsa; (5) melakukan penelitian di bidang inovasi guna penciptaan nilai yang berkelanjutan dalam meningkatkan daya saing bangsa. Visi: Menempatkan ASC sebagai leading institusi yang dapat ikut mencerdaskan bangsa khususnya di bidang kepemimpinan, strategi dan pemikiran kritis melalui penelitian, karya tulis, konsep-konsep intelektual, dan penerbitan buku guna meningkatkan kecerdasan dan kapasitas bangsa.

Tim Pendukung CIS School of Innovation – National Innovation Studies