Sabtu 13 Februari 2016, Pengurus Keluarga Besar Maumere di Jakarta Raya mengadakan sarasehan bertajuk “MAI ITA MOGAT HAMA-HAMA”
MERAJUT INOVASI SOSIAL MEMBANGUN MASYARAKAT KABUPATEN SIKKA. Sarasehan berlangsung di Margasiswa PMKRI, Jl. GSSY Samratulangie 1, Jakarta Pusat, mulai pukul 14.30-18.00 WIB. Sarasehan diawali dengan Pengantar oleh Blasius Bapa, Ketua Umum KBM Jaya. Pembicara/narasumber (sesuai urutan waktu berbicara) Prudensius Maring, Robert Endi Jaweng, Avanti Fontana, dan Petrus Selestinus, dengan moderator Phillip Gobang. Paparan narasumber dan tanggapan berlangsung efektif dari jam 15.00 sampai jam 18.00 WIB.

Nusa Tenggara Timur (NTT), Kabupaten Sikka khususnya, merupakan daerah yang belum optimal dalam mengelola sumber dayanya baik sumber daya fisik maupun sumber daya nonfisik. Pembicara Prudensius Maring mengatakan bahwa heterogenitas budaya di Kabupaten Sikka menawarkan sekaligus peluang dan tantangan dalam menatakelola pola komunikasi ditambah dengan peta imajiner politik yang semakin menjauhkan masyarakatnya dari realitas sosial akar budaya dan melemahkan modal sosial individu dan kelompok.

Prudensius Maring mengangkat fenomena kultur panggung dan euforia berlebihan dari masyarakatnya di tengah kedangkalan nilai tambah ekonomi.

Dengan angka kemiskinan uang 12% (NTT 21%), sekitar 40 ribu orang miskin ada di Kabupaten Sikka dari 311 ribu jiwa penduduknya. Bagaimana keadaan mereka saat ini? Prudensius juga mengangkat inisiatif rekonstruksi mental masyarakatnya. Pembicara yang berlatarbelakang ilmu antropologi ini kelihatan menggugat keberadaan sosial budaya Kabupaten Sikka saat ini.

Robert Endi Jaweng, Direktur Pelaksana Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah mengangkat faktor tantangan dan peluang lainnya yang dihadapi Kabupaten Sikka secara khusus dan NTT pada umumnya, yaitu faktor fiskal dan produk unggulan.

Pertama-tama Robert Endi Jaweng menyinggung konteks Membangun dari Pinggiran sebagai paradigma baru pemerintahan saat ini. Dengan politik anggaran 884 milyar rupiah untuk NTT, per desa di NTT rata-rata memperoleh 560 juta rupiah yang akan ditingkatkan berikutnya menjadi 1,4 milyar rupiah per tahun. Permasalahannya adalah bagaimana mengelola penggunaan anggaran yang ada, di tengah situasi tingginya biaya birokrasi sekitar 40% dan biaya hidup kebutuhan primer dan sekunder sekitar 25%. Permasalahan ini dilatarbelakangi situasi problematik (a) ketergantungan fiskal yang tinggi, produktivitas rendah (sakit finansial alias tidak ada penciptaan nilai tambah di daerah secara signifikan (baru 7% dari persentase minimum 25%), (b) rendahnya biaya modal (14%), dan (c) tingginya belanja birokrasi (64%).

Ikon pemerintah daerah Sikka dengan GELORA (Gerakan Ekonomi Lokal Masyarakat) Sikka yang membangun dari desa melalui perkebunan, perikanan, dan pariwisata dengan sembilan komoditas unggulan belum cukup optimal dalam pelaksanaannya. Menurunnya produksi kakao sebagai produk ekspor andalan dari Kabupaten Sikka menambah inventori tantangan pembangunan daerah lokal Sikka dan NTT secara umum. NTT merupakan provinsi keempat penyedia kakao untuk Indonesia, dan Kabupaten Sikka adalah pemasok terbesar kakao untuk NTT. Permasalahannya adalah bagaimana meningkatkan produksi kakao Sikka untuk NTT dan Indonesia. Permasalahan kedua adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah kakao Sikka di Sikka dan NTT dengan cara pengembangan produk kakao dan produk berbasis kakao di Sikka atau NTT.

Berbicara tentang produk unggulan, Robert Endi Jaweng mengatakan bahwa para pemangku kepentingan belum bekerja secara terintegrasi. Regulasi/Perda kakao belum ada. Kooordinasi di dalam pemerintah daerah setempat belum optimal dalam penggunaan dana. Kapasitas kelembagaan para petani masih rendah. Pengetahuan petani rendah. Langkanya petugas penyuluh lapangan.

Secara khusus, Avanti Fontana menyoroti “Inovasi Sosial dan Manajemen Pembangunan Berkelanjutan: Tidak ada inovasi tanpa kepemimpinan.”

Menyambung paparan dua narasumber di atas, Avanti Fontana, yang membidangi strategi dan manajemen inovasi, melanjutkan bahwa NTT dan Kabupaten Sikka dalam hal ini menghadapi dua tantangan atau permasalahan utama yaitu bidang sosial budaya dan kewirausahaan. Politik dan manajemen anggaran serta pengembangan produk unggulan merupakan bagian dari faktor kewirausahaan yang perlu dibangun secara kondusif dan profesional. Lingkungan sosial budaya masyarakat perlu dibuat sedemikian rupa sehingga kondusif dan adaptif dengan dinamika dan kompleksitas lingkungan yang ada.

INOVASI merupakan keberhasilan secara sosial dan ekonomi karena diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara lama dalam mengubah input menjadi output sedemikian rupa sehingga dihasilkan perubahan besar dalam perbandingan antara NILAI MANFAAT dan HARGA atau PENGORBANAN menurut persepsi masyarakat/komunitas/pemangku kepentingan (Fontana 2009). Inovasi merupakan perubahan strategis yang berdampak secara sosial dan ekonomi.

Sejalan dengan definisi di atas, INOVASI SOSIAL merupakan keberhasilan secara sosial dan ekonomi karena diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara lama dalam mengubah input SOSIAL menjadi output SOSIAL sedemikian rupa sehingga dihasilkan perubahan besar dalam perbandingan antara NILAI MANFAAT dan HARGA atau PENGORBANAN menurut persepsi masyarakat/komunitas/pemangku kepentingan (Fontana 2016). INOVASI SOSIAL, merujuk pada definisi Reindex Cuaderno 2013, merupakan aplikasi atau implementasi ide atau gagasan pengembangan produk baru/modifikasi yang memberikan alternatif yang lebih baik dari yang saat ini ada, untuk memecahkan masalah-masalah sosial seperti belum terpenuhinya atau tercukupinya kebutuhan sosial/masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, budaya, lingkungan dan/atau pelayanan sosial.

Angka Indeks Pembangunan Manusia NTT yang ada pada urutan ke 31 dari 34 provinsi dengan indeks IPM Kabupaten Sikka yang ada di bawah angka rerata NTT menunjukkan urgensi solusi atas permasalahan di atas. Saat ini, bila melihat berbasis angka IPM tersebut, NTT kelihatan kurang sehat, kurang air bersih, dan kurang pendidikan. Inovasi Sosial menjadi instrumen pembangunan sosial ekonomi masyarakat Sikka. Inovasi Sosial di bidang kesehatan dan pendidikan menjadi prioritas selain inovasi sosial di bidang birokrasi dan kepemimpinan. Pada saat yang sama, inovasi-inovasi bisnis pun didorong muncul baik atas inisiatif pemerintah, komunitas, atau perusahaan dan lembaga riset/perguruan tinggi, serta pusat-pusat teknologi dan inovasi.

Dari kacamata sistematika inovasi, tantangan utama yang dihadapi adalah tantangan menginovasi INPUT INOVASI sebagai persiapan menjalankan PROSES INOVASI untuk menghasilkan OUTPUT INOVASI yang berdampak (OUTCOME). Proses tata kelola sistem inovasi tersebut dapat dilakukan secara bersamaan dan membangun INPUT INOVASI NTT secara khusus di sini kita menyoroti Kabupaten Sikka, menjadi sangat mendesak, mengingat itu adalah kondisi yang perlu dalam proses inovasi untuk menghasilkan output yang berdampak secara sosial dan ekonomi.

Petrus Selestinus mengangkat pengalaman beliau dalam melakukan advokasi-advokasi hukum di NTT. Temuan masalah dan persoalan di sana antara lain terkait dengan perekayasaan penggunaan dana bantuan sosial dengan bahkan memanipulasi data kejadian bencana di daerah setempat. Lemahnya proses perencanaan dan pengawasan penggunaan dana. Korupsi dana bantuan sosial NTT yang dilakukan secara konspirasi sehingga sulit ditelusuri dan diselesaikan secara hukum. Pembicara juga menyampaikan fenomena dan kecenderungan menempatkan pejabat publik di daerah-daerah di NTT sebagai upaya “pembuangan” alih-alih upaya memberdayakan masyarakat NTT dengan pemimpin-pemimpin tingkat nasional (yang ada di daerah) yang entreprenerial sehingga dapat memimpin pembangunan NTT inovatif. Simpulan dari paparan Petrus Selestinus adalah masih lemahnya inovasi sosial kepemimpinan daerah. Apa yang perlu kita buat segera dalam hal ini pembicara merujuk pada organisasi KBM Jaya sebagai organisasi yang harus adaptif berkembang merespons terhadap tantangan dan peluang yang dihadap Kabupaten Sikka secara khusus, Pulau Flores, dan NTT secara umum. Yang tidak kalah pentingnya guna mencari solusi atas masalah di atas adalah membangun jejaring kerja sama dengan media secara produktif. Jangan sampai media masuk dalam bagian konspirasi tersebut di atas. KBM Jaya dapat menjadi “lembaga kontrol” selain menjadi lembaga fasilitator atau perantara simpul-simpul interaksi dalam inovasi sosial pembangunan Sikka dan NTT secara umum.

Moderator diskusi Inovasi Sosial ini, Phillip Gobang, yang merupakan Direktur CIS School of Innovation, mengangkat hasil survei singkat pencarian kata kunci masalah pendidikan/solusi pendidikan, masalah kesehatan/solusi kesehatan, dan masalah politik/solusi politik. Hasil survei sangat singkat yang dilakukannya memberi informasi menggugah bahwa: (1) masyarakat pengguna Internet lebih banyak membahas/mem-posting MASALAH daripada SOLUSI, ditunjukkan dengan jumlah berita/posting terkait. (2) masyarakat pengguna Internet yang berbicara tentang NTT lebih banyak berbicara tentang POLITIK NTT/Sikka daripada tentang SOSIAL-EKONOMI NTT/Sikka. Fenomena media sosial yang memberi indikasi menguatkan pentingnya melakukan inovasi sosial sebagai instrumen solusi Sikka dan NTT pada umumnya.

Moderator memberi pesan penting untuk berfokus pada diskusi alternatif solusi alih-alih mengulang daftar masalah yang ada.

Paparan pembicara dan moderator dilanjutkan dengan interaksi antar penanggap/penanya dan pembicara/narasumber. Ada tujuh penanggap yang memperoleh respons antusias dari pembicara/narasumber.

Saya mencatat inisiatif-inisiatif produk inovasi sosial yang muncul setelah mendengar paparan pembicara/narasumber dan tanggapan peserta. Hal ini dapat menjadi insiatif KBM Jaya dan lembaga-lembaga terkait untuk secara kolaboratif bekerja sama mendorong dan melakukan inovasi sosial Sikka/Flores/NTT.

1. Program Pertemuan dan Dialog Inovasi Pemerintah Daerah dan Pemangku Kepentingan Pembangunan Daerah
2. Program Pelatihan dan Pengembangan SDM Daerah
3. Program Penghargaan (Inisiatif) Inovasi
4. Program Desa Inovasi
5. Program Pelatihan dan Pengembangan Inovasi Daerah
6. Program Pemberdayaan Masyarakat Inovasi Daerah
7. Pembentukan Dewan dan Pusat-pusat Teknologi dan Inovasi

Banyak pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan. Dengan semangat kolaboratif ko-inovasi, pekerjaan itu akan produktif dan berdampak secara sosial dan ekonomi. Mari kita berinovasi-sosial mulai dari diri dan organisasi kita bersama.

Sumber: Catatan Avanti Fontana
0813 1018 2099, avanti[at]ciptainovasi.com