Mendengar banyak pernyataan dari para pengusaha pertanian dan perkebunan di wilayah timur Indonesia baru-baru ini karena anak-anak mereka tidak dapat mengikuti dan mengembangkan jejak dan langkah usaha yang telah dibangun orangtua mereka, padahal mereka telah belajar hingga sekolah kejuruan tingkat akademi dan universitas. Ada yang lulus dari Fakultas Ilmu Komputer. Ada yang lulus Akademi Pariwisata di Jakarta. Ada yang lulus Sekolah Ekonomi, Manajemen, Kedokteran, Keperawatan, dan lain-lain. Banyak lebih memilih bekerja untuk orang lain dengan menjadi karyawan perusahaan orang lain. Mereka belum mendirikan usaha mandiri atau mereka tidak bekerjasama dengan Sang Orangtua untuk meneruskan dan mengembangkan bisnis pertanian, perkebunan, dan peternakan. Padahal daerah itu saat ini semakin dikenal banyak orang. Padahal sang lulusan Ilmu Komputer dapat membuat aplikasi untuk pengelolaan usaha tani kebun ternak ayahnya. Padahal lulusan Pariwisata dapat mengelola taman atau tempat pariwisata berbasis sumber daya lokal setempat. Padahal lulusan sekolah ekonomi bisa membantu manajemen perekonomian usaha ayah atau ibunya. Padahal untuk memajukan usaha orangtua, aplikasi dari ilmu-ilmu itu dibutuhkan.
Saya kira cerita singkat ini bukan hal yang aneh kita dengar, lihat dan mungkin alami. Lalu belajar apa di sekolah? Salah satu yang menarik perhatian saya dari pengalaman tersebut adalah bertanya “sejauh mana kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan (KIK) dipelajari dan dibangun kompetensinya di sekolah-sekolah, sekolah apapun itu, sehingga para lulusan dapat berkontribusi lebih bermakna pada lingkungannya.” Bagaimana pengajaran dan pendidikan KIK ini dilaksanakan di sekolah-sekolah?
Ekosistem inovasi sekolah merupakan sesuatu yang penting dan mendesak harus dibangun. Pelajaran dan pendidikan KIK harus dimulai sejak dini. Kompetensi KIK kemudian tidak hanya untuk melahirkan karya-karya baru yang berkontribusi bagi lingkungannya tetapi juga menjaga kelestarian karya-karya yang sudah ada serta mengembangkannya sehingga menjadi lebih baik dan lebih sehat serta lestari atau berumur panjang.
Banyak pihak dapat dan harus terlihat dalam pengembangan ekosistem ini, mulai dari Pemerintah Pusat, Kementerian terkait, hingga Pemerintah Daerah, Bisnis, Universitas dan sekolah-sekolah setempat, Masyarakat setempat, Organisasi Kemasyarakatan, Kaum Rohaniwan, Lembaga Riset terkait, dan lain-lain.
Salam KIK,
Avanti Fontana