[Bahan Diskusi Pendalaman]

KEWIRAUSAHAAN INDONESIA MENYAMBUT MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015
Perspektif Indeks Kewirausahaan Global
(Global Entrepreneurship & Development Index)

Avanti Fontana

1. Latar Belakang
Keberadaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, saat Indonesia menginjak RPJM ketiga (2015-2019), memberi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Berbasis indikasi indeks persepsi korupsi, indeks pembangunan manusia, indeks daya saing, dan indeks inovasi global, posisi Indonesia termasuk rata-rata di antara sembilan negara ASEAN lainnya. Sementara Malaysia dan Singapura ada di atas rata-rata, dan posisi di bawah rata-rata untuk Filipina, Kamboja, Laos, dan Myanmar (Global Competitiveness Index 2011-2012).

Indeks Daya Saing Global 2012-2013 Indonesia berada pada peringkat 50 dari 144 negara, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, peringkat tersebut turun dari sebelumnya peringkat 46 (2011-2012). Singapura menempati peringkat ke-2, Malaysia peringkat ke-25, Thailand peringkat ke-38, Filipina peringkat ke-65, dan Vietnam peringkat ke-75. Indeks daya saing Indonesia di tingkat global masih mengelompokkan Indonesia dalam perekonomian berbasis efisiensi, di tengah ASEAN yang sudah berbasis inovasi (Singapura), menuju inovasi (Malaysia), yang masih berbasis faktor produksi atau sumber kekayaan alam (Filipina, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar).

Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index 2012 Indonesia: 0,629, berada di bawah rerata 0,64 dalam daftar negara-negara yang termasuk dalam kelompok Medium Human Development Group dan di bawah rerata 0,683 negara-negara di Asia Timur dan Pasifik atau masih di bawah rerata regional dan global.

Taraf pembangunan yang belum merata di antara negara-negara ASEAN dalam konteks MEA 2015 mengandung dua makna. Pertama, pertukaran barang dan jasa untuk tingkat usaha mikro, kecil, dan menengah dan besar terjadi dalam situasi yang tidak seimbang untuk sebagian besar masyarakat. Pendapatan per kapita Singapura adalah 13 kali Indonesia; Malaysia sekitar tiga kali Indonesia; Thailand dua kali kali Indonesia. Bila tanpa atau kurang persiapan Indonesia, ketahanan ekonomi masyarakat Indonesia dapat terancam. Kedua, model integrasi dalam MEA 2015 dapat mendorong perkembangan UMKM Indonesia secara khusus dan ASEAN secara umum.

Tulisan ini menggambarkan kesiapan kewirausahaan Indonesia menghadapi MEA 2015 dan prospeknya terhadap ketahanan nasional Indonesia. Dalam pembahasan, penulis menggunakan pendekatan Indeks Kewirausahaan Global (atau disingkat GEDI).

2. Pembahasan
MEA 2015 memuat empat rerangka utama: (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas. (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce. (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, Vietnam). Dan (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Kewirausahaan didefinisikan sebagai hasil interaksi dinamis antara sikap kewirausahaan, aktivitas kewirausahaan, dan aspirasi kewirausahaan. GEDI (Acs & Szerb 2010) menyatukan antara indikator individual dan indikator institusional sehingga dihasilkan tiga indeks kewirausahaan untuk dimensi: Sikap, Aktivitas dan Aspirasi. Perekonomian yang berbasis faktor produksi berfokus pada Sikap Kewirausahaan. Perekonomian yang berbasis faktor produksi pada Sikap Kewirausahaan, yang berbasis efisiensi berfokus pada Aktivitas Kewirausahaan, dan yang berbasis inovasi pada Aspirasi Kewirausahaan (Strategic Entrepreneurship ).

Indonesia pada tahun 2013 menargetkan rasio jumlah wirausaha per penduduk Indonesia mencapai 2,5 persen atau sebanyak 6.128.655 orang. Target ini lebih tinggi dari rasio wirausaha 2011 yaitu 1,56 persen atau sekitar 3.707.205 orang; bandingkan dengan Malaysia empat persen (1.154.400), Singapura 7,2 persen (3.732.480) , dan Amerika Serikat 11%.

Masalah yang menghambat pengembangan kewirausahaan di Indonesia adalah lemahnya faktor institusional dan individual, yang mencakup: kemampuan menemukan peluang usaha, budaya kewirausahaan, kepemimpinan kewirausahaan, ketersediaan pasar, tingkat pendidikan, ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi, dan kemampuan berinovasi. Adanya masalah tersebut di atas tercermin antara lain pada pengangguran yang tinggi: tahun 2012 lalu, jumlah pengangguran di Indonesia sekitar 7,08 juta orang (tujuh persen).
Asisten Deputi Urusan Kewirausahaan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkop UKM Tati Hartati, mengatakan, pengangguran ditargetkan turun menjadi 6,46 juta orang (6,6 persen) dan pada tahun 2014 ditargetkan turun menjadi 5,85 juta orang (enam persen).

Penulis melihat, cara meningkatan kewirausahaan Indonesia harus dilakukan lewat jalur institusional dan individual. Jalur institusional menuntut sinergitas kerja sama Pemerintah dan jajarannya. Sementara jalur individual dilakukan lewat pendidikan kewirausahaan sejak usia dini dan lewat keluarga. Hal ini diperkuat dengan data bahwa lulusan Perguruan Tinggi, yang berminat menjadi wirausaha 6,4 persen, sementara untuk tingkat SLTA: 22,4 persen. Tuntutan pembangunan kewirausahaan Indonesia menjadi semakin mendesak mengingat akan mulainya era perdagangan bebas ASEAN per tanggal 31 Desember 2015.

3. Simpulan
• MEA 2015 terjadi di antara perkembangan kewirausahaan yang beragam.
• Untuk menggunakan sumber daya guna inovasi dalam rangka kewirausahaan, faktor institusional dan faktor individual harus diperkuat.
• Persoalan kewirausahaan yang timbul, menurut telaahan Perspektif GEDI, dapat diselesaikan dengan mengurai faktor-faktor penyusun sikap kewirausahaan, aktivitas kewirausahaan, dan aspirasi kewirausahaan. Dan pada saat yang sama UMKM Indonesia harus terus dibina agar dapat melakukan diferensiasi dan memiliki keunggulan produk (barang atau jasa) secara internasional.
• Untuk meningkat ke tahap pembangunan berbasis inovasi, Indonesia yang sekarang berada pada tahap berbasis efisiensi harus melakukan perbaikan-perbaikan institusional dan individual, yang mencakup antara lain perbaikan dan reformasi dalam:
o Lingkungan politik
o Lingkungan regulasi (peraturan dan perundang-undangan)
o Lingkungan usaha.

4. Daftar Pustaka
Acs, Zoltan J., Laszlo, Szerb. 2010. “The Global Entrepreneurship and Development Index (GEDI)”, Paper to be presented at the Summer Conference 2010 on “Opening Up Innovation: Strategy, Organization and Technology,” Imperial College London Business School, June 16-18.

Kementerian Koperasi dan UKM RI. Laporan Kinerja 2011, Kebangkitan Koperasi dan UMNKM: Menuju Kesejahteraan Rakyat

Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Modul BS Ketahanan Nasional.

Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Bahan-bahan Ceramah Tajar BS. Lingkungan Strategis Kontemporer, SBS. Isu Global Kontemporer.

Rujukan URL
http://www.kemenperin.go.id/artikel/6058/UKM-Harus-Tingkatkan-Daya-Saing (akses 2 Juli 2013 jam 19.20 WIB)

http://www.jurnas.com/news/92031/2013,_Jumlah_Wirausaha_di_Indonesia_Ditargetkan_2,50_Persen/1/Ekonomi/Ekonomi (akses 2 Juli 2013 jam 19.30 WIB)

http://www.ciputraentrepreneurship.com/berita-ce/23529-dibandingkan-malaysia-dan-singapura-daya-saing-indonesia-lemah-karena-kurang-jumlah-wirausaha.html (akses 3 Juli 2013 jam 19.00 WIB)

Kode Artikel: DD-5/Bahan Diskusi Kelompok/Perlu Pendalaman Lebih Lanjut/Lemhannas RI FIle Peserta/Topik 5.