Pernahkah Anda membeli suatu produk, contoh handphone, yang bagus dalam hal kualitas material dan warna dengan fitur teknologi super canggih namun Anda kesulitan dalam menggunakannya karena panduan penggunaan produk kurang user friendly? Pernahkah Anda mendengar atau membaca iklan suatu produk yang menurut Anda produk itu luar biasa, bermanfaat dan harga menarik, bahkan Anda pernah melihat rekan atau tetangga Anda atau teman seperjalanan Anda menggunakannya? “Wah, andaikan aku memilikinya,” seru Anda dalam hati. Namun apa daya, produk itu tidak mudah ditemui atau tidak mudah Anda peroleh karena situasi kondisi yang Anda miliki dan hadapi tidak memungkinkan. Ada ruang dan waktu tertentu yang Anda tidak atau belum peroleh atau akses sehingga membuat Anda sulit berinteraksi dengan produk atau dengan tempat-tempat penjualannya. Pernahkah Anda mendesain suatu sistem kerja dalam suatu perusahaan atau di lingkungan masyarakat tetapi tidak semua karyawan atau tidak semua masyarakat komunitas tersebut menggunakannya? Pernahkah kita bertanya mengapa dan mengapa?
Lagi, penulis terinspirasi oleh tulisan-tulisan dan pemikiran-pemikiran tentang desain, antara lain lihat www.ideo.com. Para desainer sebelumnya atau biasanya hanya berfokus pada bagaimana memperbaiki tampak atau tampilan produk (barang atau jasa) dan fungsi serta berfungsinya barang atau jasa. Menariknya, akhir-akhir ini, pemikiran desain menjadi kepedulian organisasi bisnis dan organisasi nirlaba bahkan pemerintahan. Pemikiran ini menuntut organisasi, segala jenis organisasi dan individu-individu yang bertugas atau bermisi melakukan desain apapun, produk, kebijakan, peraturan, dan lain-lain untuk melihat lebih jauh dan dalam konteks, kebiasaan, asumsi, serta budaya di mana produk digunakan, kebijakan diterapkan, peraturan dilaksanakan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi kegagalan produk, bahkan untuk meniadakan kegagalan produk, apapun itu produknya.
Berpikir desain adalah berpikir sistemik bahwa keberhasilan penggunaan produk atau penerapan kebijakan tidak terlepas dari keberhasilan desainer dalam menerjemahkan kebutuhan klien, konsumen atau pelanggan atau pemangku kepentingan dan melakukan uji coba – uji coba dalam bentuk prototipe sebelum meluncurkan secara final produk, apapun itu produknya.
Inti berpikir desain adalah (1) berpikir, melihat, mendengar apa kebutuhan konsumen, klien, atau pelanggan. Desainer terlibat dalam proses penemuan kebutuhan hingga serinci mungkin, tak ada yang terlewat. Semua suara didengar! Dan (2) berani membuat prototipe-prototipe dari produk yang desainer buat, sesuai dengan kebutuhan konsumen, pelanggan atau klien. Dalam prosesnya, walaupun (1) sudah terpenuhi, setelah (2) dilakukan, perubahan masih bisa terjadi karena rupanya dari hasil studi mendalam di lapangan, desainer masih banyak mengandalkan pada asumsi, rumus-rumus baku dengan solusi baku tertentu. Dalam realitasnya, hal itu jarang terjadi. Konteks budaya dan pengalaman personal individu atau organisasi menentukan berhasil tidaknya produk, apapun itu produknya.
Berita baiknya adalah kita semua diundang untuk menjadi desainer yang berpikir desain (design thinking).
Salam Inovator!
Avanti Fontana
Links:
www.imedcoaching.com
www.avantifontana.com/blog
innovatewecan.wordpress.com
facebook.com/avanti.fontana
linked-in
avantifontana[at]gmail.com
Trackbacks/Pingbacks