Menarik membaca artikel pada Harvard Business Review April 2008 berjudul “Reverse Engineering
Google’s Innovation Machine” ditulis oleh Bala Iyer & Thomas H Davenport.

Sebagai perusahaan besar berbasis internet, Google menonjol sebagai perusahaan yang sukses dan sangat inovatif. Google unggul dalam IT dan arsitektur bisnis, eksperimentasi, improvisasi, pengambilan keputusan yang analitis, pengembangan produk yang partisipatif, dan bentuk-bentuk inovasi yang berbeda dari yang biasanya. Budaya perusahaan Google berhasil menarik talenta-talenta teknik yang cemerlang.

Iyer & Davenport melakukan pengamatan dan penelitian atas perusahaan Google yang berkaitan dengan bagaimana praktik-praktik inovasi bisnis dan manajemen Google. Sebagai pembelajar manajemen inovasi, saya tertarik mengangkat sedikit intisari artikel Iyer & Davenport di sini (1) untuk membagi info singkat tentang tulisan menarik dan inspiratif ini dan (2) mau mendorong para pembelajar manajemen inovasi untuk melihat dan mengamati dengan cukup dekat praktik-praktik manajemen inovasi perusahaan-perusahaan baik itu skala UKM maupun skala besar di Indonesia. Tidak heran bila nanti dalam proses penelitian dan pengamatan ini para pembelajar memperoleh pandangan-pandangan dan resep-resep manajemen inovasi yang menarik dan dapat diterapkan pada organisasi lain–dengan tetap berpegang pada catatan bahwa konteks perusahaan dan bisnis berperan penting dalam menentukan keberhasilan setiap emulasi resep manajemen baru dari perusahaan atau organisasi lain. Perhatian lebih rinci pada setiap konteks perusahaan dan medan ekosistem bisnis dan inovasinya akan menambah data dan informasi bagi setiap inspirasi manajemen baru.

Kembali kepada intisari artikel Iyer & Davenport. Mereka mengidentifikasi praktik-praktik kunci dari inovasi Google yang dapat diemulasi oleh perusahaan atau bisnis lain. Berita baiknya adalah kita dapat belajar dari keberhasilan dan keunikan Google berinovasi dan dapat mencontoh model dan praktik manajemen inovasi yang relevan seperti penggunaan arsitektur berbasis teknologi untuk inovasi yang disertai dengan strategi organisasi dan budaya yang harmonis dan saling menguatkan, sebagai bukti hasil pemikiran sangat matang. Beberapa poin tindakan yang menjadi unggulan dalampenatakelolaan inovasi, seperti ditulis dalam artikel Iyer & Davenport: mempraktikkan kesabaran stratejik (strategic patience); mengeksploitasi infrastruktur “build to build”; mengatur ekosistem inovasi perusahaan; mengendalikan arsitektur disain organisasi; mendukung inspirasi dengan data; dan menciptakan budaya-budaya organisasi yang saling mendukung-membangun-menguatkan.

Inovasi pada zaman internet membutuhkan kapabilitas dinamik dalam mengantisipasi perubahan-perubahan pasar dan dalam menawarkan produk dan fungsi atau fitur baru dengan cepat. Google telah melakukan investasi substansial dalam mengembangkan kapasitas berinovasi (kapasitas inovasi) di tengah lingkungan bisnis yang berubah cepat. Dari artikel Iyer & Davenport, saya dapat menarik kesimpulan: setiap penerapan manajemen inovasi harus memperhatikan konteks perusahaan dan konteks lingkungan bisnis di mana perusahaan beroperasi. Pun setiap resep inovasi dapat diemulasi dengan tetap memperhatikan konteks perusahaan tujuan emulasi. Inovasi berbasis konteks.

Menurut saya, inovasi pada zaman internet membutuhkan urgensi aplikasi dalam: kreativitas sosial (social creativity), percepatan pengembangan produk (accelerated product development), disain organisasi dan budaya kreatif (creative organization design and culture), pendekatan humanis (human approach) dan berpolapikir spiritus (superconscious mind) yang berciri cinta, antara lain ditandai dengan sifat/sikap responsif, eksploratif, komunikatif, optimistik, ada ketertarikan, berkelimpahan, saling terkait (connected), atentif, fluid, ada kesabaran, dan dapat serta mau melayani untuk kepentingan yang lebih besar, orang banyak (able to serve and be served), trust, keutuhan, kebijaksanaan, kebersatuan, kebebasan, kreativitas…@F