Kita hidup di zaman inovasi. Semakin banyak pihak menyadari pentingnya inovasi. Semakin banyak pihak mendorong agar inovasi dipraktikkan. Semakin mantaplah laju gerakan inovasi nasional. Ini terjadi pada situasi di mana sudah banyak inovasi terjadi. Pun banyak juga yang belum terjadi. Mengapa?
Banyak invensi muncul. Berapa persen yang menjadi barang atau jasa atau layanan atau produk inovatif? Dari seratus persen jumlah inovasi yang berhasil, lebih dari 90 persen merupakan inovasi yang dilakukan oleh orang-orang awam, orang-orang biasa dengan prinsip-prinsip tertentu, praktik dan disiplin inovasi tertentu. Berita baiknya: Inovasi dan kemampuan-kemampuan pendukungnya dapat kita pelajari, kita latih, dan kita pertajam.
Bagaimana sistematika praktik inovasi? Prinsipnya? Disiplinnya? Apa yang perlu lebih dahulu dilakukan untuk mendukung keberhasilan inovasi secara sosial dan ekonomi? Apa indikator keberhasilan inovasi? Apa perbedaan inovasi dari kreativitas? Bagaimana dengan invensi? Lalu apa itu knowledge management? Dan seterusnya, kita bisa melanjutkannya dengan pertanyaan lain yang mengambil perhatian lebih banyak pihak. Bagaimana memasyarakatkan inovasi sehingga menjadi hal yang normal dalam kehidupan organisasi, komunitas, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Bila melihat Indeks Inovasi Global (IIG) Indonesia (INSEAD 2009), Indonesia rangking 49 dari 130 negara. Indonesia perlu memberi lebih banyak perhatian terhadap pembangunan lingkungan inovasi kondusif. Lingkungan inovasi kondusif mendorong dan menunjang pelaksanaan inovasi. Dan tentunya menjadi dasar keberhasilan inovasi, yang dalam GII ditunjukkan dalam tiga pilar output inovasi (Knowledge, Competitiveness, Wealth).
Menurut Global Innovation Index (INSEAD 2009) lima pilar input inovasi yang menyusun lingkungan inovasi yang kondusif: dukungan institusi dan kebijakan, kapasitas manusia karya Indonesia yang tinggi, infrastruktur memadai, serta pasar dan bisnis yang bersih dan berwibawa.
Perhatikan 10 besar perekonomian terinovatif (GII, INSEAD 2009): Amerika Serikat, Jerman, Swedia, Inggris, Singapura, Korea Selatan, Swiss, Denmark, Jepang, dan Belanda. China rangking 37 dengan indeks daya saing yang tinggi, jauh melebihi Indonesia.
Bagaimana meningkatkan kapasitas inovasi Indonesia?
Jika inovasi merupakan pencapaian secara sosial dan ekonomi maka keberhasilan input dan proses inovasi merupakan kondisi yang perlu bahkan harus ada. Mari bersama kita tingkatkan inovasi Indonesia dan inovasi-inovasi di Indonesia.
AFQ bertujuan menginspirasi Indonesia Berinovasi, suatu gerakan inovasi nasional ber-tagline 40 buku dengan tayangan-tayangan interaktif bersama para pemerhati, praktisi, wirausaha, pemilik dan/atau pimpinan usaha, pendidik dan peneliti dalam bidang-bidang yang relevan, terkait inovasi, dan solusi atas problematika inovasi.
Para narasumber AFQ memberi kontribusi pengalaman dan pemikiran tentang bagaimana membangun inovasi Indonesia. AFQ memberi paparan inovasi yang dikaitkan dengan tema, isu dan/atau problematikan inovasi yang terkait. Ini penting untuk mendukung aktivitas penciptaan nilai dalam lingkup individu, organisasi, komunitas atau sosietas di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai host AFQ, Avanti Fontana aktif memfasilitasi forum-forum inovasi dan melakukan coaching (pendampingan) inovasi bagi para inovator dan tim-tim inovasi. Penulis Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai (Gramedia Widiasarana Indonesia 2009); ia memfasilitasi proses mengajar-belajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia untuk peserta tingkat sarjana dan pascasarjana. Ia aktif memasyarakatkan inovasi dalam tulisan, workshop, seminar dan talk show.
Selamat menyaksikan Avanti Fontana on Q!
Sampaikan pada blog ini komentar, pertanyaan atau catatan atas episode “Gerakan Inovasi Nasional” yang Anda saksikan. Sepuluh pertama memperoleh buku: Innovate We Can! yang ditulis oleh Avanti Fontana (Gramedia Widiasarana Indonesia 2009) dan Knowledge Sharing Meningkatkan Kinerja Layanan Perusahaan yang ditulis oleh Manerep Pasaribu (Elex Media Komputindo 2009).
©2010 Avanti Fontana – All Rights Reserved
Salam Inovasi!
Tim Avanti Fontana on Q
Saya tertarik dengan blog ibu tentang inovasi. Yang ingin saya tanyakan: Apakah suatu perusahaan jika menerapkan proses inovasi, baik itu inovasi produk dan inovasi proses pada seluruh rantai nilai suatu organisasi maka organisasi itu bisa dikatakan memiliki keunggulan bersaing? Atau tepatnya inovasi merupakan bagian dari variabel keunggulan bersaing (berdasarkan Porter keunggulan bersaing dalam diferensiasi)?
Organisasi berinovasi untuk menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingannya (konsumen, pengguna, karyawan, pemegang saham, pemasok, masyarakat, pemerintah, dan seterusnya). Keberhasilan inovasi ditentukan antara lain oleh kekuatan atau keunggulan organisasi dan seberapa besar organisasi sudah mengandalkan kekuatannya untuk berinovasi. Pada gilirannya, inovasi itu (baca: keberhasilan inovasi secara sosial dan ekonomi) membangun keunggulan dan keunggulan lagi untuk organisasi. Ini adalah lingkaran keutamaan. Adalah sebuah konsekuensi logis bahwa organisasi-organisasi inovatif sekaligus memiliki dan menciptakan keunggulan daya saing. Seperti dimuat dalam INNOVATE WE CAN! (Fontana 2009): perusahaan A disebut memiliki daya saing lebih tinggi dibanding B bila A berhasil menciptakan, paling tidak, nilai ekonomi yang lebih besar dibanding B, sementara pada saat itu B adalah perusahaan yang paling tidak efisien di industrinya namun masih mampu mencapai posisi titik impas (break-even point). Berinovasi adalah menciptakan tidak hanya nilai ekonomi tetapi juga nilai sosial. Inovasi bukan istilah teknis belaka, ia ekonomi dan sosial. Demikian Pak Mirza. Salam Inovasi. AF