Kita berterimakasih kepada kelompok presenter OKE-040408 Gerald Ariff yang telah mempresentasikan OKE dan memicu diskusi, pemikiran, pertanyaan, dan partisipasi. Tulisan ini merupakan hasil kompilasi partisipasi peserta SSP-Genap 2007/2008 Sesi Entrepreneurial Context, 4 April 2008. Penulis mengutip dan melaporkan kembali apa yang sudah disampaikan oleh peserta lewat lembar partisipasi tertulis yang sampaikan pada akhir sesi SSP 4 April 2008. Penulis mengundang catatan dan komentar lebih lanjut dari para peserta SSP.
Article 1, 4 April 2008
Entrepreneurial Context
KONTEKS ENTREPRENEURIAL
Pemimpi(n), Kepemimpinan, Kelangsungan Hidup
Materi, presentasi, dan pembahasan proses strategi pada organisasi konteks entrepreneurial (OKE) mengawali diskusi/pembahasan tentang proses strategi pada konteks organisasi yang jauh lebih kompleks misalnya dalam hal ukuran organisasi, lingkungan yang dihadapi, dan tuntutan respons organisasi.
Pembahasan proses strategi pada OKE membawa beberapa isu, antara lain adalah isu BAGAIMANA PROSES STRATEGI DI OKE?
Kita diajak untuk memahami logika di belakang cara proses pembentukan, eksekusi, dan perubahan strategi di OKE. Kita juga diajak untuk menilik lebih dalam, hal-hal apa yang terabaikan dan penting dalam pembahasan proses strategi di OKE dan melihat secara kreatif OKE dengan rujukan buku dan tulisan Henry Mintzberg et.al. dan buku-buku lain yang terkait.
Muhammad Nawir menulis bahwa karakteristik OKE adalah konfigurasi sentris di mana disain organisasi internal relatif sederhana yang menghadapi dinamika lingkungan eksternal dan ditandai dengan gaya kepemimpinan yang visioner. Konfigurasi OKE baik untuk bisnis yang sederhana dan berfokus. Kelemahannya adalah bahwa proses strategi, misalnya dalam proses pembentukan strategi, bersifat informal, pun bila ada perencanaan strategi, proses perencanaannya hanya dilakukan oleh satu orang. Isu perencanaan juga diangkat oleh Bimo Nugroho dengan kacamata berbeda: bagi perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa, perencanaan sangat penting dalam OKE; namun bagi perusahaan-perusahaan Jepang [dan Asia lainnya], perencanaan tidak menjadi prioritas utama. Bagi Jepang dan Asia lainnya yang penting adalah kecepatan dan exit strategy bilamana tujuan semula tidak bisa dicapai. Konstatasi ini menurut saya menarik untuk dicari titik tengahnya, bahwa ada isu lain dalam OKE yang dapat kita masukkan ke dalam faktor situasional yaitu budaya organisasi berbasis budaya Negara (lihat misalnya studi Hofstede). Kita pun dapat bertanya bernada menggugat: apakah ini yang menyebabkan banyak OKE di Asia atau di Indonesia misalnya tidak berkinerja optimal (karena cara melakukan bisnisnya kurang terorganisir atau kurang memakai resep-resep manajemen) sementara di Amerika atau Eropa, organisasi-organisasi bertipe OKE lebih dapat melangkah secara stratejic (advantage-seeking activities). Lalu, sebagai pertanyaan selingan, apakah perusahaan-perusahaan OKE dengan perencanaan sebagai salah satu alat manajemen mereka masih dapat disebut OKE? Silahkan melihatnya dari berbagai sisi dan isu.
Nawir melanjutkan: kelebihan-kelebihan OKE, yang dapat menjadi acuan bagi organisasi-organisasi konteks lain khususnya organisasi konteks dewasa (OKD) yang mulai kaku dan lamban bergerak bila berhadapan dengan lingkungan dinamika tinggi, adalah bahwa dalam OKE yang subur terjadi penciptaan visi-visi stratejik dan ditemukan konsep-konsep [bisnis] yang baru. Dan ini dipadukan dengan kegiatan mencari peluang-peluang usaha yang menguntungkan dan berkesinambungan demi kelangsungan hidup. Menarik mempertemukan tulisan Nawir ini dengan tulisan Efin Soehada: bila dikatakan usia perusahaan OKE adalah tidak panjang atau relatif pendek ditambah lagi adanya kenyataan bahwa pengambilan keputusan didominasi oleh top management atau pemilik, apakah ini berarti bahwa pengembangan kapabilitas perusahaan kurang dianggap perlu? Sementara pengalaman empirik menyimpulkan bahwa masa hidup atau siklus hidup perusahaan dapat diperpanjang manakala kapabilitas perusahaan dikembangkan secara kontinus. Saya melihat: pengembangan kapabilitas menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam OKE; ini berkaitan dengan visi-visi stratejik yang dimiliki pemilik atau TMT (top management team). Pertanyaannya, dalam OKE, bagaimana membuat ‘sadar’ pentingnya memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan secara berkualitas. Di sinilah aspek stratejik dari OKE; strategic entrepreneurship; strategic entrepreneurial context…we name it… Umpanbalik dari saya ini berkaitan dengan isu bagaimana membentuk wirausahawan yang berhasil [unit yang dianalisis INDIVIDU], yang diajukan oleh Sumiyarto.
Sumiyarto melihat bahwa perhatian akademisi [Mintzberg dan kita yang membahasnya…] hanya melihat pada bagaimana fleksibilitas perusahaan kecil dapat diterapkan pada perusahaan besar; karena pada konteks perusahaan besar diharapkan fleksibilitas pada perusahaan kecil dapat membawa kesuksesan. Pada tataran ini, saya mau menyampaikan bahwa OKE cenderung ditandai oleh perusahaan-perusahaan berukuran kecil; namun tidak semua perusahaan berukuran kecil adalah OKE; sama halnya tidak semua perusahaan berukuran besar adalah OKD (mature context).
Aspek kognitif para pengusaha atau wirausahawan di OKE perlu ditelaah lebih lanjut; karena faktor dan profil individual pengusaha/pemilik berperan penting. Aulijati Wachjudiningsih melihat bahwa mengembangkan orang-orang (developing people) dalam OKE dilihat sebagai esensi dalam proses strategi di OKE [dan tidak banyak dibahas dalam referensi teks]. Di sini saya melihat bahwa perhatian kita pada unit yang dianalisis yaitu ORGANISASI tidak lepas dari perhatian kita pada unit yang dianalisis INDIVIDU.
Hal developing people dan hal pofil successful entrepreneurs berkaitan dengan tulisan Agus Nompitu bahwa peran kepemimpinan [pemimpi(n)] menentukan upaya OKE mencapai… atau menghadapi persaingan [jika persaingan itu dipersepsikan ada… atau dipersepsikan menjadi obsesi perusahaan untuk memenangkan persaingan] agar perusahaannya tetap ada atau dengan kata lain peran pemimpin menjadi penentu proses melahirkan strategi [bagaimana peran pemimpi(n) dalam eksekusi dan perubahan strategi?].
Di atas, Nompitu menggunakan kata persaingan; ini terkait dengan rujukannya bahwa esensi strategi menurut Porter (1980) adalah bagaimana menanggulangi persaingan, yang dengan itu dapat dikatakan bahwa strategi bisnis dipilih perusahaan untuk dapat bersaing [memenangkan persaingan] sepanjang hidup organisasi. Saya mengerti kesimpulan ini diambil demikian mengingat Porter (1980) berbicara tentang strategi persaingan atau bersaing (competitive strategies). Hikmah apa yang kita peroleh dengan merujuk pada Porter (1980) dan bilamana kita merujuk esensi strategi pada pengertian dari Hambrick & Fredrickson (2001, 2005): “Strategy is a central, integrated, externally oriented concept of how the business will achieve its objectives.” Isu dalam proses strategi, merujuk pada tulisan Nompitu, adalah bagaimana peran pemimpin dalam membentuk, mengeksekusi dan mengubah strategi persaingannya, sehingga kemudian strategi yang dipilihnya adalah low-cost leadership, differentiation atau focus.
Pemimpi(n) dan kepemimpinan menjadi poin sentral tulisan-tulisan berkaitan dengan proses strategi di OKE—walau itu bukan satu-satunya penentu yang cukup untuk keberhasilan proses strategi di OKE. Ardan Adiperdana menggarisbawahi peran pemimpin sebagai inovator dan visioner. Adiperdana mengatakan bahwa pemimpin yang lemah [kurang inovatif dan kurang visioner?] tidak dapat atau tidak cocok mengelola OKE baik dalam kondisi start-up, turnaround maupun pada saat krisis. Ferry Novindra Idroes menambahkan: proses strategi pada OKE dalam kondisi start-up, turnaround dan pada saat krisis membutuhkan strategi (italic ditambahkan) pemimpin yang sangat responsif dan risk-taker karena pada kondisi tersebut, peluang ketidakberhasilan lebih besar. Ancaman kegagalan adalah fatal bagi perusahaan sehingga alternatif pilihan strategi sangat terbatas, dengan kemungkinan berhasil sangat kecil atau kemungkinan gagal besar. [Menurut siapa, menurut sang pengusaha atau menurut kacamata analis?]
Dalam tulisannya, Idroes melanjutkan bahwa [untuk menghadapi sikon di atas] diperlukan suatu proses yang sesuai di OKE yaitu bahwa keputusan harus cepat, berani menerima kemungkinan terburuk, [tahu bahwa] kegagalan bersifat fatal, tidak cepat puas dengan pencapaian jangka pendek karena ia tidak menjamin kesuksesan jangka panjang, determinasi untuk bertahan hidup harus tinggi, keputusan yang cepat dengan proses cepat, dan fleksibilitas tinggi.
Kembali kepada pembahasan proses strategi di OKE, Nawir menyimpulkan bahwa [peta dan isi] kognisi manajer yang melekat pada pemilik (wirausahawan) merupakan atau menjadi sumber kesuksesan mereka dalam menjalankan usaha/bisnis. Kesimpulan tersebut berkaitan atau malah sekaligus menjawab pertanyaan Dudi Hendrakusuma Syahlani tentang siapa yang seharusnya mencetuskan proses pembentukan strategi. Dalam realitasnya, seperti yang ditulis oleh Syahlani, OKE erat dan berfokus pada pemimpin namun bagaimana mendifusi semangat kewirausahaan pada anggota dan manajemen sehingga organisasi dapat terus hidup dalam waktu panjang dan dapat mengatasi siklusnya.
Saya berpendapat: isu pendifusian semangat kewirausahaan dan isu menjaga kesinambungan daya hidup dan keunggulan perusahaan menjadi hal yang penting dibahas lebih mendalam saat kita mau melihat bagaimana proses eksekusi dan proses perubahan strategi di OKE.
Sesi OKE saya tutup dengan kesimpulan bahwa proses strategi dalam bentuk aktivitas memformasi/membentuk, melaksanakan dan mengubah strategi pada konteks organisasi entrepreneurial bersifat blurred…; sang formulator atau formator strategi adalah juga eksekutif utama dalam pelaksanaan strategi dan penentu utama dalam perubahan strategi. Tidaklah mengherankan jikalau isu kepemimpinan dan pemimpi(n) menjadi agenda dan isu penting untuk dibahas lebih lanjut. Ini berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan Wachjudiningsih, faktor-faktor individual [pemimpi(n)? dan pegawai?] dan organisasional apa saja yang saling berinteraksi dalam OKE.
Saat kita memperhatikan hanya hal kepemimpinan atau pemimpi(n) dalam OKE, kita tidak memperhatikan yang bukan itu…
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih atas semua partisipasi tertulis yang telah Bapak/Ibu sampaikan pada OKE-040408. Tanggapan atas tulisan ini dapat disampaikan via im-ed-gsa blog comment.
Saya menantikan buah-buah interaksi kita di sesi Mature Context (Organisasi Konteks Dewasa) dalam bentuk partisipasi tertulis 11 April 2008 (OKD-110408). @F
Entrepreneurial context (OKE) tetap dibutuhkan pada strategi bisnis maupun strategi korporat, meskipun orientasi kedua strategi tersebut berbeda. Pada level bisnis, OKE dibutuhkan untuk memperbaiki posisi persaingan perusahaan di pasar. Sedangkan pada level korporat, OKE tetap dibutuhkan dalam penataan portfolio SBU mengenai area bisnis apa yang akan dimasuki, area bisnis apa yang dipertahankan, area bisnis apa yang sebaiknya dilikuidasi, didivestasi, dan sebagainya untuk mencapai corporate growth dan sustainability. Salah satu indikasi dari pentingnya OKE adalah semakin pendeknya siklus hidup perusahaan dan juga semakin pendeknya siklus hidup produk.
@Bpk Agus: menarik untuk kita membedakan OKE sebagai kata benda, yaitu organisasi yang berada dalam konteks kewirausahaan dan OKE sebagai kata sifat, yaitu karakter organisasi yang berjiwa kewirausahaan. Pembahasan proses strategi pada OKE adalah pembahasan tentang bagaimana pembentukan, pelaksanaan, dan perubahan strategi terjadi bila organisasi adalah organisasi berkonteks kewirausahaan. Pembentukan, pelaksanaan, dan perubahan strategi ini mencakup utamanya strategi bisnis (dan tidak menutup kemungkinan strategi korporat), tergantung struktur bisnis organisasi yang diamati.
Seminar on Strategy Process
Mature Context
11 April 2008
KONTEKS DEWASA
Kedewasaan & Fleksibilitas Organisasi
———————————————–
Kita berterimakasih kepada kelompok presenter OKD-110408 Ursula Silalahi & Ferry Novindra Idroes yang telah mempresentasikan OKD dan memicu diskusi, pemikiran, pertanyaan, dan partisipasi. Tulisan ini merupakan hasil kompilasi partisipasi peserta SSP-Genap 2007/2008 Sesi OKD, 11 April 2008. Penulis mengutip dan melaporkan kembali apa yang sudah disampaikan oleh peserta lewat lembar partisipasi tertulis yang sampaikan pada akhir sesi SSP 11April 2008.
[…] adalah komentar atau pertanyaan atau catatan dari Avanti Fontana.
———————————————————————-
MENARIK membahas OKD dalam kasus BUMN yang seringkali dikonotasikan sebagai “public service;” contoh: PT Pos Indonesia yang dimetaforakan sebagai dinosaurus yang hidup bukan pada zamannya (Dudi Hendrakusuma Syahlani). Syahlani menggambarkan: PT Pos Indonesia begitu besar namun seolah kehilangan arah karena tujuan bisnisnya telah berubah. Perubahan ini disebabkan oleh perubahan lingkungan [environmental contingency theory, population ecology, resource dependence theory?] yang tidak dapat segera direspons [mengapa] karena kepentingannya sebagai agen pelayanan masyarakat. Dalam hal ini PT Pos Indonesia perlu mencari tujuan bisnisnya kembali [diagnosis organisasi dilakukan; lakukan proses strategi…] agar sebagai BUMN PT Pos Indonesia “survive” dalam tugasnya memberikan pelayanan masyarakat dan tetap inovatif dengan cara menciptakan kebutuhan baru bagi penggunanya.
Apa yang disampaikan Syahlani menggambarkan karakteristik alamiah OKD yang mau tidak mau—karena PERUBAHAN ZAMAN—, OKD harus dapat masuk ke dalam dunia bisnis dan berbisnis yang berbeda tuntutannya. Bila ingin hidup terus dengan sehat dan makmur, OKD perlu keluar dari daerah nyamannya. OKD perlu menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan eksternal organisasi dengan sigap dan lincah, yang lagi-lagi, sebenarnya, jauh dari karakteristik natural OKD. Namun perubahan ini tidaklah mustahil.
Hal di atas sejalan dengan catatan Ardan Adiperdana bahwa OKD memerlukan dua sistem atau struktur untuk membantunya dalam beradaptasi dengan lingkungannya [environmental contingency theory?] yaitu struktur teknokrasi untuk kondisi bisnis stabil dan struktur adokrasi untuk kondisi bisnis yang menuntut fleksibilitas, adaptasi dan inovasi. Adiperdana melanjutkan: OKD pun dapat berinovasi. [Untuk itu OKD harus berubah secara drastic agar ia berdaya inovasi.]
[Bagaimana proses strategi OKD dalam situasi ini atau dalam situasi yang dapat memenuhi tuntutan ini, tuntutan perubahan zaman?] Bagaimana OKD menghilangkan bottlenecks dalam organisasinya sehingga ia dapat lebih lincah dan adaptif? Faktor-faktor apakah yang menentukan kefleksibelan OKD dalan dunia yang berubah dewasa ini?
Uraian Muhammad Nawir berikut ini memberi perspektif lebih luas dalam memandang OKD-OKE dll. Nawir menulis bahwa perilaku kewirausahaan adalah sumber dinamika organisasi (merujuk pada Barringer 1999); 3M sebagai salah satu perusahaan terbesar dunia memiliki sejarah panjang [proksi usia organisasi yang panjang] sebagai perusahaan yang berperilaku kewirausahaan (entrepreneurial behavior).
[Inilah konteks ideal OKD di tengah sikon organisasi internal dan eksternal dewasa ini… Organisasi bersifat dinamis, karena sifat-sifat kewirausahaannya; atau ia dinamis sehingga kewirausahaan dan inovasi tumbuh subur. Bagaimana membangun OKD yang berjiwa kewirausahaan?]
Catatan menarik yang diberikan Nawir adalah bahwa inersia, birokrasi tingkat tinggi, stabilitas, dan lain-lain tidak tergantung apakah organisasi berkonteks dewasa atau tidak tetapi berdasarkan derajat perilaku kewirausahaan mereka. [OKD pada karakteristik naturalnya berderajat kewirausahaan rendah. Dalam kondisi lingkungan internal dan ekternal organisasi yang berubah, maka untuk hidup dalam jangka panjang, OKD harus bersikap dinamis, kedinamisannya ini ditentukan oleh derajat kewirausahaannya, atau kewirausahaannya menentukan kedinamisannya. Ada OKD dengan derajat kewirausahaan rendah, moderat, tinggi; ada juga OKE dengan derajat kewirausahaan tinggi, moderat, rendah…]
Perpaduan paradoksal OKE-OKD, entrepreneurial dan mature menarik menjadi isu dan kajian lebih lanjut. Kita perlu sepakat bahwa saat membahas OKE dan OKE, kita melihatnya sebagai konteks organisasi, organisasi disebut berkonteks “E” atau “D” karena karakteristik organisasi bernuansa “E” dan/atau ‘D,” atau kita melihatnya sebagai sifat organisasi, atau sebagai model atau sifat yang cenderung tidak berubah;perubahannya bilamana sifat baru muncul dan sifat lama yang tidak produktif digantikan oleh sifat baru…
Agus Nompitu bertanya: apakah OKE dan OKD saling bersaing sehingga OKE dianggap sebagai bentuk yang lebih unggul dibanding OKD dalam kondisi turbulensi lingkungan dewasa ini? [Keduanya konsep tidak saling bersaing. Masing-masing ada dalan konteksnya; walaupun dalam realitas, jangan hanya mengandalkan pada satu konteks!
Dalam kondisi lingkungan turbulen atau tingkat ketidakpastian tinggi, pendekatan atau sifat-sifat OKE lebih cocok; pendekatan OKD dapat cocok asal OKD melakukan penyesuaian sehingga OKD memiliki perilaku-perilaku kewirausahaan…merancang ulang disain organisasinya, dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan PROSES STRATEGI, proses strategi di OKD, kita perlu meninjau kembali cara melakukannya (dengan menghindari dikotomi formulasi-implementasi) dan dari proses ini diharapkan organisasi menghasilkan pilihan strategi yang sesuai dengan visi-misi dan kondisi tuntutan organisasi dewasa ini dan di masa mendatang.
Sekali lagi, konteks-konteks organisasi yang dipaparkan Mintzberg et al (1998 atau edisi terbaru) adalah untuk membantu kita menilik dan menganalisis serta mensintesis PROSES STRATEGI di masing-masing konteks (konteks organisasi dan konteks perubahan zaman). Diskusi kita menarik karena kita lalu mengaitkannya dengan RELEVANSI setiap konteks pada zamannya. Penyesuaian karakteristik setiap konteks pada zamannya JUGA akan mempengaruhi cara PROSES STRATEGI di setiap konteks.
Bacalah tulisan tentang riset dalam proses strategi yang ditulis oleh Hutzschenreuter & Kleindienst (2006), lihat Handout SSP-2008.
Pembahasan proses strategi pada konteks OKD melebar pada pembahasan konteks OKD jika ia tidak menghadapi faktor-faktor situasional yang biasanya ia hadapi. Tulisan Nawir di atas dapat menjelaskan.
Berkaitan dengan apa yang disampaikan oleh Syahlani dan Adiperdana di atas, Bimo Nugroho bertanya: bagaimana BUMN dapat menghasilkan kinerja yang baik. [Kinerja ekonomi dan kinerja sosial] Nugroho menjelaskan: caranya adalah dengan mengurangi ‘kolesterol’ (hambatan inovasi); perilaku inovasi perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam menghilangkan hambatan dalam berinovasi baik dari proses penggalian dan pengembangan ide, sumberdaya, dan tingkatan inovasi ditentukan oleh keinginan konsumen, pesaing dan persaingan (Blumentritt & Danis 2006). [Kita dapat memaknai catatan Nugroho ini dengan mengatakan bahwa untuk kelangsungan hidup OKD yang sehat dan makmur, OKD perlu bebenah diri termasuk perlu menghilangkan kelebihan-kelebihan kolesterol dan lemak yang sudah tak bergunanya…]
Berkaitan dengan BUMN, Nawir menulis: keterlibatan Pemerintah dalam BUMN tergantung pada kegiatan-kegiatan atau misi BUMN itu. Seberapa jauh aktivitas-aktivitas BUMN berkorelasi dengan pelayanan publik? Semakin berkorelasi dengan pelayanan publik seperti PLN dan Pertamina, semakin BUMN dipengaruhi oleh Pemerintah, dan sebaliknya. [Keterlibatan Pemerintah secara produktif dapat kita umpamakan sebagai vitamin harian yang wajib kita minum; sementara keterlibatan Pemerintah yang berlebihan kita dapat umpamakan seperti minum vitamin overdosis, keterlibatan Pemerintah yang minimalis padahal seharusnya berperan besar, hal ini seperti orang yang mengalami defisiensi vitamin…]
Efin Soehada bertanya: apakah dalam perusahaan OKD selalu memiliki masalah dalam bentuk dikotomi formulasi dan implementasi? [Dikotomi ini sering tidak disadari oleh para pelaku dalam organisasi. Sementara para analis strategi & manajemen melihat dikotomi ini sebagai faktor penjelas mengapa dalam OKD sering muncul masalah atau isu berkaitan dengan people practices seperti kurangnya keterlibatan karyawan, kegagalan implementasi strategi, kurang tepatnya pilihan strategi… Hal ini dijelaskan oleh cara proses strategi yang mendikotomikan bagaimana formulasi dan implementasi strategi dilakukan … .]
Soehada melanjutkan: seandainyapun ada perusahaan yang memiliki masalah dalam dikotomi, hal yang terbaik disadari adalah bahwa energi yang terbuang untuk mempermasalahkan dikotomi ini dapat dialihkan menjadi energi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dinamis, sehingga perusahaan mampu bersaing (italik ditambahkan) dengan lebih baik dengan para pesaing (italik ditambahkan) dalam industrinya.
Perubahan internal menjadi penting agar perusahaan dapat memperpanjang siklus usianya dan kemudian diharapkan dapat tumbuh. Perubahan internal sering dipicu oleh perubahan eksternal (perspektif kontinjensi lingkungan.) [Pertanyaannya: bagaimana menyadarkan kondisi ini pada tingkat top management team dan tingkatan-tingkatan di bawahnya sehingga ada kesatuan pandangan tentang apa yang sebaiknya (the right things) organisasi lakukan dengan benar (rightly)?… ]
Aulijati Wachjudiningsih menulis, sekaligus menyimpulkan tulisan ini, BUMN masa depan diharapkan memiliki daya saing global di berbagai bidang, berkontribusi optimal pada Negara dan stakeholders lainnya, mempunyai struktur keuangan yang sehat dan kondisi operasional yang kuat serta dapat menjadi instrumen pelaksanaan “public policy” yang handal. Untuk mencapai sasaran tersebut, BUMN perlu dipetakan sehingga mengarah pada terbentuknya superholding BUMN .
Wachjudiningsih melanjutkan: apabila BUMN merupakan organisasi konteks dewasa (OKD), apakah ketika strukturnya berubah menjadi superholding maka BUMN superholding dengan serta-merta menjadi organisasi konteks inovatif (OKI)? [Perlu kita perhatikan bahwa pembagian organisasi atas dasar konteks-konteks dilakukan dengan cukup steril tanpa menggabungkan karakteristik organisasi konteks A dengan karakteristik organisasi konteks B… Saat OKD menjadi inovatif atau meninggalkan sifat-sifat natural OKD, maka kita berbicara tentang OKD sebagai organisasi “dewasa, mesin, tua” yang berubah, dan tanpa harus kehilangan jatidirinya sebagai OKD… Organisasi yang inovatif tanpa harus masuk dalam Organisasi Konteks Inovasi (OKI)… dan seterusnya.
REALITAS menunjukkan atau menuntut organisasi-organisasi konteks dewasa menyesuaikan diri mereka dengan perubahan zaman…praktik atau penerapan konsep-konsep yang paradoksal menjadi tidak mustahil.]
Apakah OKD kemudian menjadi penyesuai yang baik atau cenderung menjadi pedayatarik yang baik?
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih atas semua partisipasi tertulis Bapak/Ibu pada OKD-110408.
Saya menantikan buah-buah interaksi kita pada sesi Professional Context (Organisasi Konteks Profesional) dalam bentuk partisipasi tertulis 18 April 2008 (OKP-180408). @F
“Problems cannot be solved by the same level of thinking that created them.”
— Albert Einstein, Genius.
Kita berterimakasih kepada kelompok presenter OKE-040408 Gerald Ariff yang telah mempresentasikan OKE dan memicu diskusi, pemikiran, pertanyaan, dan partisipasi. Tulisan ini merupakan hasil kompilasi partisipasi peserta SSP-Genap 2007/2008 Sesi Entrepreneurial Context, 4 April 2008. Penulis mengutip dan melaporkan kembali apa yang sudah disampaikan oleh peserta lewat lembar partisipasi tertulis yang sampaikan pada akhir sesi SSP 4 April 2008. Penulis mengundang catatan dan komentar lebih lanjut dari para peserta SSP.
Article 1, 4 April 2008
KONTEKS ENTREPRENEURIAL
Pemimpi(n), Kepemimpinan, Kelangsungan Hidup
Materi, presentasi, dan pembahasan proses strategi pada organisasi konteks entrepreneurial (OKE) mengawali diskusi/pembahasan tentang proses strategi pada konteks organisasi yang jauh lebih kompleks misalnya dalam hal ukuran organisasi, lingkungan yang dihadapi, dan tuntutan respons organisasi.
Pembahasan proses strategi pada OKE membawa beberapa isu, antara lain adalah isu BAGAIMANA PROSES STRATEGI DI OKE?
Kita diajak untuk memahami logika di belakang cara proses pembentukan, eksekusi, dan perubahan strategi di OKE. Kita juga diajak untuk menilik lebih dalam, hal-hal apa yang terabaikan dan penting dalam pembahasan proses strategi di OKE dan melihat secara kreatif OKE dengan rujukan buku dan tulisan Henry Mintzberg et.al. dan buku-buku lain yang terkait.
Muhammad Nawir menulis bahwa karakteristik OKE adalah konfigurasi sentris di mana disain organisasi internal relatif sederhana yang menghadapi dinamika lingkungan eksternal dan ditandai dengan gaya kepemimpinan yang visioner. Konfigurasi OKE baik untuk bisnis yang sederhana dan berfokus. Kelemahannya adalah bahwa proses strategi, misalnya dalam proses pembentukan strategi, bersifat informal, pun bila ada perencanaan strategi, proses perencanaannya hanya dilakukan oleh satu orang. Isu perencanaan juga diangkat oleh Bimo Nugroho dengan kacamata berbeda: bagi perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa, perencanaan sangat penting dalam OKE; namun bagi perusahaan-perusahaan Jepang [dan Asia lainnya], perencanaan tidak menjadi prioritas utama. Bagi Jepang dan Asia lainnya yang penting adalah kecepatan dan exit strategy bilamana tujuan semula tidak bisa dicapai. Konstatasi ini menurut saya menarik untuk dicari titik tengahnya, bahwa ada isu lain dalam OKE yang dapat kita masukkan ke dalam faktor situasional yaitu budaya organisasi berbasis budaya Negara (lihat misalnya studi Hofstede). Kita pun dapat bertanya bernada menggugat: apakah ini yang menyebabkan banyak OKE di Asia atau di Indonesia misalnya tidak berkinerja optimal (karena cara melakukan bisnisnya kurang terorganisir atau kurang memakai resep-resep manajemen) sementara di Amerika atau Eropa, organisasi-organisasi bertipe OKE lebih dapat melangkah secara stratejic (advantage-seeking activities). Lalu, sebagai pertanyaan selingan, apakah perusahaan-perusahaan OKE dengan perencanaan sebagai salah satu alat manajemen mereka masih dapat disebut OKE? Silahkan melihatnya dari berbagai sisi dan isu.
Nawir melanjutkan: kelebihan-kelebihan OKE, yang dapat menjadi acuan bagi organisasi-organisasi konteks lain khususnya organisasi konteks dewasa (OKD) yang mulai kaku dan lamban bergerak bila berhadapan dengan lingkungan dinamika tinggi, adalah bahwa dalam OKE yang subur terjadi penciptaan visi-visi stratejik dan ditemukan konsep-konsep [bisnis] yang baru. Dan ini dipadukan dengan kegiatan mencari peluang-peluang usaha yang menguntungkan dan berkesinambungan demi kelangsungan hidup. Menarik mempertemukan tulisan Nawir ini dengan tulisan Efin Soehada: bila dikatakan usia perusahaan OKE adalah tidak panjang atau relatif pendek ditambah lagi adanya kenyataan bahwa pengambilan keputusan didominasi oleh top management atau pemilik, apakah ini berarti bahwa pengembangan kapabilitas perusahaan kurang dianggap perlu? Sementara pengalaman empirik menyimpulkan bahwa masa hidup atau siklus hidup perusahaan dapat diperpanjang manakala kapabilitas perusahaan dikembangkan secara kontinus. Saya melihat: pengembangan kapabilitas menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam OKE; ini berkaitan dengan visi-visi stratejik yang dimiliki pemilik atau TMT (top management team). Pertanyaannya, dalam OKE, bagaimana membuat ‘sadar’ pentingnya memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan secara berkualitas. Di sinilah aspek stratejik dari OKE; strategic entrepreneurship; strategic entrepreneurial context…we name it… Umpanbalik dari saya ini berkaitan dengan isu bagaimana membentuk wirausahawan yang berhasil [unit yang dianalisis INDIVIDU], yang diajukan oleh Sumiyarto.
Sumiyarto melihat bahwa perhatian akademisi [Mintzberg dan kita yang membahasnya…] hanya melihat pada bagaimana fleksibilitas perusahaan kecil dapat diterapkan pada perusahaan besar; karena pada konteks perusahaan besar diharapkan fleksibilitas pada perusahaan kecil dapat membawa kesuksesan. Pada tataran ini, saya mau menyampaikan bahwa OKE cenderung ditandai oleh perusahaan-perusahaan berukuran kecil; namun tidak semua perusahaan berukuran kecil adalah OKE; sama halnya tidak semua perusahaan berukuran besar adalah OKD (mature context).
Aspek kognitif para pengusaha atau wirausahawan di OKE perlu ditelaah lebih lanjut; karena faktor dan profil individual pengusaha/pemilik berperan penting. Aulijati Wachjudiningsih melihat bahwa mengembangkan orang-orang (developing people) dalam OKE dilihat sebagai esensi dalam proses strategi di OKE [dan tidak banyak dibahas dalam referensi teks]. Di sini saya melihat bahwa perhatian kita pada unit yang dianalisis yaitu ORGANISASI tidak lepas dari perhatian kita pada unit yang dianalisis INDIVIDU.
Hal developing people dan hal pofil successful entrepreneurs berkaitan dengan tulisan Agus Nompitu bahwa peran kepemimpinan [pemimpi(n)] menentukan upaya OKE mencapai… atau menghadapi persaingan [jika persaingan itu dipersepsikan ada… atau dipersepsikan menjadi obsesi perusahaan untuk memenangkan persaingan] agar perusahaannya tetap ada atau dengan kata lain peran pemimpin menjadi penentu proses melahirkan strategi [bagaimana peran pemimpi(n) dalam eksekusi dan perubahan strategi?].
Di atas, Nompitu menggunakan kata persaingan; ini terkait dengan rujukannya bahwa esensi strategi menurut Porter (1980) adalah bagaimana menanggulangi persaingan, yang dengan itu dapat dikatakan bahwa strategi bisnis dipilih perusahaan untuk dapat bersaing [memenangkan persaingan] sepanjang hidup organisasi. Saya mengerti kesimpulan ini diambil demikian mengingat Porter (1980) berbicara tentang strategi persaingan atau bersaing (competitive strategies). Hikmah apa yang kita peroleh dengan merujuk pada Porter (1980) dan bilamana kita merujuk esensi strategi pada pengertian dari Hambrick & Fredrickson (2001, 2005): “Strategy is a central, integrated, externally oriented concept of how the business will achieve its objectives.” Isu dalam proses strategi, merujuk pada tulisan Nompitu, adalah bagaimana peran pemimpin dalam membentuk, mengeksekusi dan mengubah strategi persaingannya, sehingga kemudian strategi yang dipilihnya adalah low-cost leadership, differentiation atau focus.
Pemimpi(n) dan kepemimpinan menjadi poin sentral tulisan-tulisan berkaitan dengan proses strategi di OKE—walau itu bukan satu-satunya penentu yang cukup untuk keberhasilan proses strategi di OKE. Ardan Adiperdana menggarisbawahi peran pemimpin sebagai inovator dan visioner. Adiperdana mengatakan bahwa pemimpin yang lemah [kurang inovatif dan kurang visioner?] tidak dapat atau tidak cocok mengelola OKE baik dalam kondisi start-up, turnaround maupun pada saat krisis. Ferry Novindra Idroes menambahkan: proses strategi pada OKE dalam kondisi start-up, turnaround dan pada saat krisis membutuhkan strategi (italic ditambahkan) pemimpin yang sangat responsif dan risk-taker karena pada kondisi tersebut, peluang ketidakberhasilan lebih besar. Ancaman kegagalan adalah fatal bagi perusahaan sehingga alternatif pilihan strategi sangat terbatas, dengan kemungkinan berhasil sangat kecil atau kemungkinan gagal besar. [Menurut siapa, menurut sang pengusaha atau menurut kacamata analis?]
Dalam tulisannya, Idroes melanjutkan bahwa [untuk menghadapi sikon di atas] diperlukan suatu proses yang sesuai di OKE yaitu bahwa keputusan harus cepat, berani menerima kemungkinan terburuk, [tahu bahwa] kegagalan bersifat fatal, tidak cepat puas dengan pencapaian jangka pendek karena ia tidak menjamin kesuksesan jangka panjang, determinasi untuk bertahan hidup harus tinggi, keputusan yang cepat dengan proses cepat, dan fleksibilitas tinggi.
Kembali kepada pembahasan proses strategi di OKE, Nawir menyimpulkan bahwa [peta dan isi] kognisi manajer yang melekat pada pemilik (wirausahawan) merupakan atau menjadi sumber kesuksesan mereka dalam menjalankan usaha/bisnis. Kesimpulan tersebut berkaitan atau malah sekaligus menjawab pertanyaan Dudi Hendrakusuma Syahlani tentang siapa yang seharusnya mencetuskan proses pembentukan strategi. Dalam realitasnya, seperti yang ditulis oleh Syahlani, OKE erat dan berfokus pada pemimpin namun bagaimana mendifusi semangat kewirausahaan pada anggota dan manajemen sehingga organisasi dapat terus hidup dalam waktu panjang dan dapat mengatasi siklusnya.
Saya berpendapat: isu pendifusian semangat kewirausahaan dan isu menjaga kesinambungan daya hidup dan keunggulan perusahaan menjadi hal yang penting dibahas lebih mendalam saat kita mau melihat bagaimana proses eksekusi dan proses perubahan strategi di OKE.
Sesi OKE saya tutup dengan kesimpulan bahwa proses strategi dalam bentuk aktivitas memformasi/membentuk, melaksanakan dan mengubah strategi pada konteks organisasi entrepreneurial bersifat blurred…; sang formulator atau formator strategi adalah juga eksekutif utama dalam pelaksanaan strategi dan penentu utama dalam perubahan strategi. Tidaklah mengherankan jikalau isu kepemimpinan dan pemimpi(n) menjadi agenda dan isu penting untuk dibahas lebih lanjut. Ini berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan Wachjudiningsih, faktor-faktor individual [pemimpi(n)? dan pegawai?] dan organisasional apa saja yang saling berinteraksi dalam OKE.
Saat kita memperhatikan hanya hal kepemimpinan atau pemimpi(n) dalam OKE, kita tidak memperhatikan yang bukan itu…
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih atas semua partisipasi tertulis yang telah Bapak/Ibu sampaikan pada OKE-040408. Tanggapan atas tulisan ini dapat disampaikan via im-ed-gsa blog comment.
Saya menantikan buah-buah interaksi kita di sesi Mature Context (Organisasi Konteks Dewasa) dalam bentuk partisipasi tertulis 11 April 2008 (OKD-110408). @F
Entrepreneurial context (OKE) tetap dibutuhkan pada strategi bisnis maupun strategi korporat, meskipun orientasi kedua strategi tersebut berbeda. Pada level bisnis, OKE dibutuhkan untuk memperbaiki posisi persaingan perusahaan di pasar. Sedangkan pada level korporat, OKE tetap dibutuhkan dalam penataan portfolio SBU mengenai area bisnis apa yang akan dimasuki, area bisnis apa yang dipertahankan, area bisnis apa yang sebaiknya dilikuidasi, didivestasi, dan sebagainya untuk mencapai corporate growth dan sustainability. Salah satu indikasi dari pentingnya OKE adalah semakin pendeknya siklus hidup perusahaan dan juga semakin pendeknya siklus hidup produk.
@Bpk Agus: menarik untuk kita membedakan OKE sebagai kata benda, yaitu organisasi yang berada dalam konteks kewirausahaan dan OKE sebagai kata sifat, yaitu karakter organisasi yang berjiwa kewirausahaan. Pembahasan proses strategi pada OKE adalah pembahasan tentang bagaimana pembentukan, pelaksanaan, dan perubahan strategi terjadi bila organisasi adalah organisasi berkonteks kewirausahaan. Pembentukan, pelaksanaan, dan perubahan strategi ini mencakup utamanya strategi bisnis (dan tidak menutup kemungkinan strategi korporat), tergantung struktur bisnis organisasi yang diamati.
Seminar on Strategy Process
Mature Context
11 April 2008
———————————————–
Kita berterimakasih kepada kelompok presenter OKD-110408 Ursula Silalahi & Ferry Novindra Idroes yang telah mempresentasikan OKD dan memicu diskusi, pemikiran, pertanyaan, dan partisipasi. Tulisan ini merupakan hasil kompilasi partisipasi peserta SSP-Genap 2007/2008 Sesi OKD, 11 April 2008. Penulis mengutip dan melaporkan kembali apa yang sudah disampaikan oleh peserta lewat lembar partisipasi tertulis yang sampaikan pada akhir sesi SSP 11April 2008.
[…] adalah komentar atau pertanyaan atau catatan dari Avanti Fontana.
———————————————————————-
MENARIK membahas OKD dalam kasus BUMN yang seringkali dikonotasikan sebagai “public service;” contoh: PT Pos Indonesia yang dimetaforakan sebagai dinosaurus yang hidup bukan pada zamannya (Dudi Hendrakusuma Syahlani). Syahlani menggambarkan: PT Pos Indonesia begitu besar namun seolah kehilangan arah karena tujuan bisnisnya telah berubah. Perubahan ini disebabkan oleh perubahan lingkungan [environmental contingency theory, population ecology, resource dependence theory?] yang tidak dapat segera direspons [mengapa] karena kepentingannya sebagai agen pelayanan masyarakat. Dalam hal ini PT Pos Indonesia perlu mencari tujuan bisnisnya kembali [diagnosis organisasi dilakukan; lakukan proses strategi…] agar sebagai BUMN PT Pos Indonesia “survive” dalam tugasnya memberikan pelayanan masyarakat dan tetap inovatif dengan cara menciptakan kebutuhan baru bagi penggunanya.
Apa yang disampaikan Syahlani menggambarkan karakteristik alamiah OKD yang mau tidak mau—karena PERUBAHAN ZAMAN—, OKD harus dapat masuk ke dalam dunia bisnis dan berbisnis yang berbeda tuntutannya. Bila ingin hidup terus dengan sehat dan makmur, OKD perlu keluar dari daerah nyamannya. OKD perlu menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan eksternal organisasi dengan sigap dan lincah, yang lagi-lagi, sebenarnya, jauh dari karakteristik natural OKD. Namun perubahan ini tidaklah mustahil.
Hal di atas sejalan dengan catatan Ardan Adiperdana bahwa OKD memerlukan dua sistem atau struktur untuk membantunya dalam beradaptasi dengan lingkungannya [environmental contingency theory?] yaitu struktur teknokrasi untuk kondisi bisnis stabil dan struktur adokrasi untuk kondisi bisnis yang menuntut fleksibilitas, adaptasi dan inovasi. Adiperdana melanjutkan: OKD pun dapat berinovasi. [Untuk itu OKD harus berubah secara drastic agar ia berdaya inovasi.]
[Bagaimana proses strategi OKD dalam situasi ini atau dalam situasi yang dapat memenuhi tuntutan ini, tuntutan perubahan zaman?] Bagaimana OKD menghilangkan bottlenecks dalam organisasinya sehingga ia dapat lebih lincah dan adaptif? Faktor-faktor apakah yang menentukan kefleksibelan OKD dalan dunia yang berubah dewasa ini?
Uraian Muhammad Nawir berikut ini memberi perspektif lebih luas dalam memandang OKD-OKE dll. Nawir menulis bahwa perilaku kewirausahaan adalah sumber dinamika organisasi (merujuk pada Barringer 1999); 3M sebagai salah satu perusahaan terbesar dunia memiliki sejarah panjang [proksi usia organisasi yang panjang] sebagai perusahaan yang berperilaku kewirausahaan (entrepreneurial behavior).
[Inilah konteks ideal OKD di tengah sikon organisasi internal dan eksternal dewasa ini… Organisasi bersifat dinamis, karena sifat-sifat kewirausahaannya; atau ia dinamis sehingga kewirausahaan dan inovasi tumbuh subur. Bagaimana membangun OKD yang berjiwa kewirausahaan?]
Catatan menarik yang diberikan Nawir adalah bahwa inersia, birokrasi tingkat tinggi, stabilitas, dan lain-lain tidak tergantung apakah organisasi berkonteks dewasa atau tidak tetapi berdasarkan derajat perilaku kewirausahaan mereka. [OKD pada karakteristik naturalnya berderajat kewirausahaan rendah. Dalam kondisi lingkungan internal dan ekternal organisasi yang berubah, maka untuk hidup dalam jangka panjang, OKD harus bersikap dinamis, kedinamisannya ini ditentukan oleh derajat kewirausahaannya, atau kewirausahaannya menentukan kedinamisannya. Ada OKD dengan derajat kewirausahaan rendah, moderat, tinggi; ada juga OKE dengan derajat kewirausahaan tinggi, moderat, rendah…]
Perpaduan paradoksal OKE-OKD, entrepreneurial dan mature menarik menjadi isu dan kajian lebih lanjut. Kita perlu sepakat bahwa saat membahas OKE dan OKE, kita melihatnya sebagai konteks organisasi, organisasi disebut berkonteks “E” atau “D” karena karakteristik organisasi bernuansa “E” dan/atau ‘D,” atau kita melihatnya sebagai sifat organisasi, atau sebagai model atau sifat yang cenderung tidak berubah;perubahannya bilamana sifat baru muncul dan sifat lama yang tidak produktif digantikan oleh sifat baru…
Agus Nompitu bertanya: apakah OKE dan OKD saling bersaing sehingga OKE dianggap sebagai bentuk yang lebih unggul dibanding OKD dalam kondisi turbulensi lingkungan dewasa ini? [Keduanya konsep tidak saling bersaing. Masing-masing ada dalan konteksnya; walaupun dalam realitas, jangan hanya mengandalkan pada satu konteks!
Dalam kondisi lingkungan turbulen atau tingkat ketidakpastian tinggi, pendekatan atau sifat-sifat OKE lebih cocok; pendekatan OKD dapat cocok asal OKD melakukan penyesuaian sehingga OKD memiliki perilaku-perilaku kewirausahaan…merancang ulang disain organisasinya, dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan PROSES STRATEGI, proses strategi di OKD, kita perlu meninjau kembali cara melakukannya (dengan menghindari dikotomi formulasi-implementasi) dan dari proses ini diharapkan organisasi menghasilkan pilihan strategi yang sesuai dengan visi-misi dan kondisi tuntutan organisasi dewasa ini dan di masa mendatang.
Sekali lagi, konteks-konteks organisasi yang dipaparkan Mintzberg et al (1998 atau edisi terbaru) adalah untuk membantu kita menilik dan menganalisis serta mensintesis PROSES STRATEGI di masing-masing konteks (konteks organisasi dan konteks perubahan zaman). Diskusi kita menarik karena kita lalu mengaitkannya dengan RELEVANSI setiap konteks pada zamannya. Penyesuaian karakteristik setiap konteks pada zamannya JUGA akan mempengaruhi cara PROSES STRATEGI di setiap konteks.
Bacalah tulisan tentang riset dalam proses strategi yang ditulis oleh Hutzschenreuter & Kleindienst (2006), lihat Handout SSP-2008.
Pembahasan proses strategi pada konteks OKD melebar pada pembahasan konteks OKD jika ia tidak menghadapi faktor-faktor situasional yang biasanya ia hadapi. Tulisan Nawir di atas dapat menjelaskan.
Berkaitan dengan apa yang disampaikan oleh Syahlani dan Adiperdana di atas, Bimo Nugroho bertanya: bagaimana BUMN dapat menghasilkan kinerja yang baik. [Kinerja ekonomi dan kinerja sosial] Nugroho menjelaskan: caranya adalah dengan mengurangi ‘kolesterol’ (hambatan inovasi); perilaku inovasi perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam menghilangkan hambatan dalam berinovasi baik dari proses penggalian dan pengembangan ide, sumberdaya, dan tingkatan inovasi ditentukan oleh keinginan konsumen, pesaing dan persaingan (Blumentritt & Danis 2006). [Kita dapat memaknai catatan Nugroho ini dengan mengatakan bahwa untuk kelangsungan hidup OKD yang sehat dan makmur, OKD perlu bebenah diri termasuk perlu menghilangkan kelebihan-kelebihan kolesterol dan lemak yang sudah tak bergunanya…]
Berkaitan dengan BUMN, Nawir menulis: keterlibatan Pemerintah dalam BUMN tergantung pada kegiatan-kegiatan atau misi BUMN itu. Seberapa jauh aktivitas-aktivitas BUMN berkorelasi dengan pelayanan publik? Semakin berkorelasi dengan pelayanan publik seperti PLN dan Pertamina, semakin BUMN dipengaruhi oleh Pemerintah, dan sebaliknya. [Keterlibatan Pemerintah secara produktif dapat kita umpamakan sebagai vitamin harian yang wajib kita minum; sementara keterlibatan Pemerintah yang berlebihan kita dapat umpamakan seperti minum vitamin overdosis, keterlibatan Pemerintah yang minimalis padahal seharusnya berperan besar, hal ini seperti orang yang mengalami defisiensi vitamin…]
Efin Soehada bertanya: apakah dalam perusahaan OKD selalu memiliki masalah dalam bentuk dikotomi formulasi dan implementasi? [Dikotomi ini sering tidak disadari oleh para pelaku dalam organisasi. Sementara para analis strategi & manajemen melihat dikotomi ini sebagai faktor penjelas mengapa dalam OKD sering muncul masalah atau isu berkaitan dengan people practices seperti kurangnya keterlibatan karyawan, kegagalan implementasi strategi, kurang tepatnya pilihan strategi… Hal ini dijelaskan oleh cara proses strategi yang mendikotomikan bagaimana formulasi dan implementasi strategi dilakukan … .]
Soehada melanjutkan: seandainyapun ada perusahaan yang memiliki masalah dalam dikotomi, hal yang terbaik disadari adalah bahwa energi yang terbuang untuk mempermasalahkan dikotomi ini dapat dialihkan menjadi energi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dinamis, sehingga perusahaan mampu bersaing (italik ditambahkan) dengan lebih baik dengan para pesaing (italik ditambahkan) dalam industrinya.
Perubahan internal menjadi penting agar perusahaan dapat memperpanjang siklus usianya dan kemudian diharapkan dapat tumbuh. Perubahan internal sering dipicu oleh perubahan eksternal (perspektif kontinjensi lingkungan.) [Pertanyaannya: bagaimana menyadarkan kondisi ini pada tingkat top management team dan tingkatan-tingkatan di bawahnya sehingga ada kesatuan pandangan tentang apa yang sebaiknya (the right things) organisasi lakukan dengan benar (rightly)?… ]
Aulijati Wachjudiningsih menulis, sekaligus menyimpulkan tulisan ini, BUMN masa depan diharapkan memiliki daya saing global di berbagai bidang, berkontribusi optimal pada Negara dan stakeholders lainnya, mempunyai struktur keuangan yang sehat dan kondisi operasional yang kuat serta dapat menjadi instrumen pelaksanaan “public policy” yang handal. Untuk mencapai sasaran tersebut, BUMN perlu dipetakan sehingga mengarah pada terbentuknya superholding BUMN .
Wachjudiningsih melanjutkan: apabila BUMN merupakan organisasi konteks dewasa (OKD), apakah ketika strukturnya berubah menjadi superholding maka BUMN superholding dengan serta-merta menjadi organisasi konteks inovatif (OKI)? [Perlu kita perhatikan bahwa pembagian organisasi atas dasar konteks-konteks dilakukan dengan cukup steril tanpa menggabungkan karakteristik organisasi konteks A dengan karakteristik organisasi konteks B… Saat OKD menjadi inovatif atau meninggalkan sifat-sifat natural OKD, maka kita berbicara tentang OKD sebagai organisasi “dewasa, mesin, tua” yang berubah, dan tanpa harus kehilangan jatidirinya sebagai OKD… Organisasi yang inovatif tanpa harus masuk dalam Organisasi Konteks Inovasi (OKI)… dan seterusnya.
REALITAS menunjukkan atau menuntut organisasi-organisasi konteks dewasa menyesuaikan diri mereka dengan perubahan zaman…praktik atau penerapan konsep-konsep yang paradoksal menjadi tidak mustahil.]
Apakah OKD kemudian menjadi penyesuai yang baik atau cenderung menjadi pedayatarik yang baik?
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih atas semua partisipasi tertulis Bapak/Ibu pada OKD-110408.
Saya menantikan buah-buah interaksi kita pada sesi Professional Context (Organisasi Konteks Profesional) dalam bentuk partisipasi tertulis 18 April 2008 (OKP-180408). @F
“Problems cannot be solved by the same level of thinking that created them.”
— Albert Einstein, Genius.
Pada Semester Gasal 2008/2009, Avanti Fontana memfasilitasi perkuliahan Manajemen Stratejik pada Program S1 Reguler FEUI. Dan dalam formasi co-teaching: Teori dan Perilaku Organisasi (Program Doktoral Ilmu Manajemen FEUI), Kewirausahaan & Strategi (Program Magister Sains Ilmu Manajemen FEUI), dan Manajemen Manusia & Organisasi (Program Magister Manajemen FEUI).