Hampir satu tahun yang lalu saya menyusun tulisan ini. Walau telah lewat hampir satu tahun, cerita ini masih penting untuk dicermati. Selamat membaca dan memanfaatkannya.

Revolui mental (RM) berawal dari gagasan perubahan menuju Indonesia lebih baik. Ide awal RM dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo pada masa kampanye pilpres yang kemudian semakin digaungkan hingga saat ini. Gagasan tersebut tertuang dalam Artikel Opini Kompas (Sabtu, 10 Mei 2014) yang ditulis oleh Joko Widodo, saat itu Capres dari PDI Perjuangan. Dalam perkembangannya, Kantor Transisi Joko Widodo – Jusuf Kalla membentuk Pokja Revolusi Mental yang dipimpin oleh Prof. Dr. Paulus Wirutomo. Pokja RM menghasilkan konsep manifestasi revolusi mental dalam enam nilai sebagai pengejawantahan Trisakti berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Enam nilai instrumental tersebut adalah (1) nilai dapat dipercaya (trustworthiness), (2) nilai kewargaan (citizenship), (3) nilai mandiri (independency), (4) nilai kreativitas (creativity), (5) nilai saling menghargai (mutual respect), dan (6) nilai gotong royong (collaboration).

Tulisan ini melihat relevansi revolusi mental dalam konteks pembangunan berbasiskan inovasi (dipicu oleh inovasi, inovation-driven develpment). Paradigma inovasi dalam pembangunan merupakan gerakan yang berfokus pada penciptaan nilai manfaat-nilai manfaat yang dimanifestasikan dalam keberhasilan secara sosial dan ekonomi di berbagai bidang dan sektor pembangunan oleh semua yang terlibat mulai dari tingkat pimpinan tertinggi hingga tingkat para pelaksana yang paling bawah melibatkan semua pemangku kepentingan mulai dari Pemerintah, Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi, Industri, dan Komunitas. Inovasi itu sendiri merupakan perubahan strategis yang menghasilkan nilai secara sosial dan ekonomi. Perubahan strategis itu dihasilkan berkat diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara lama dalam mengubah input menjadi output sedemikian rupa sehingga dihasilkan perubahan besar dalam perbandingan antara nilai manfaat dan harga atau pengorbanan menurut persepsi pengguna.

Paradigma inovasi pembangunan ini melihat proses penciptaan nilai manfaat menurut sistematika input, proses, output, dan outcome. Input inovasi merupakan faktor-faktor yang memungkinkan inovasi mewujud. Input inovasi terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya fisik dan non-fisik, sumber daya nirwujud, dan lingkungan atau ekosistem inovasi. Proses inovasi merupakan peristiwa transformasi input menjadi output yang melibatkan dan dipengaruhi banyak faktor termasuk faktor input inovasi itu sendiri. Output inovasi adalah hasil proses inovasi, keluaran inovasi atau dikenal dengan produk. Sementara outcome inovasi adalah dampak dari produk yang dihasilkan. Contoh produk pembangunan: Jalan Tol. Dampak produk: Fasilitas jalan tol yang membuat waktu perjalanan menjadi lebih efisien dan penggunaan bahan bakar lebih hemat serta merupakan infrastruktur yang menunjang lalu lintas distribusi barang ke seantero Jabodetabek dan luar kota.

Cara sederhana menempatkan Revolusi Mental dalam bingkai inovasi adalah melihat Revolusi Mental sebagai sebuah gerakan perubahan sikap-perilaku yang lama-kelamaan akan mengubah cara berpikir. Hal ini merupakan faktor penting dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia dan kualitas dari proses pembangunan itu sendiri. Revolusi Mental merupakan faktor input dalam sistematika inovasi. Sebagai faktor input, Revolusi Mental tidak serta merta efektif bilamana dalam proses bergeraknya (sebagai sebuah gerakan), ia tidak ditunjang oleh ekosistem atau lingkungan yang kondusif menyuburkan pola pikir dan perilaku jujur dan bersih, sadar atas hak dan kewajiban sebagai warga negara, percaya diri, mandiri dan progresif, kreatif dan inovatif, toleran dan solider, partisipatif dan kolaboratif (lihat ulasan Revolusi Mental oleh Paulus Wirutomo dalam Marketeers Edisi Februari 2015, halaman 68).

Lingkungan atau iklim kondusif dalam ekosistem inovasi pembangunan ini perlu dibangun secara sadar dan terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan dan budaya. Faktor utama penentu keberhasilan implementasi revolusi mental dalam suasana yang kondusif tersebut adalah teladan kepemimpinan tingkat nasional. Revolusi mental ini berlaku untuk pemerintah dan masyarakat atau semua komponen bangsa Indonesia.
Dalam konsep budaya organisasi termasuk di sini saat kita berbicara tentang budaya organisasi negara kesatuan Republik Indonesia, Revolusi Mental dalam manifestasi nilai-nilai yang telah dirumuskan merupakan undangan perubahan sikap dan perilaku yang sebetulnya, walaupun tidak terungkap secara eksplisit, dijiwai atau harus dijiwai oleh nilai-nilai luhur bangsa ini yang berasaskan Pancasila.

Manifestasi yang lebih luas sekaligus mendasar dari gerakan Revolusi Mental guna membangun iklim pembangunan dan proses pembangunan yang kondusif adalah menginternalisasikan gerakan itu dalam regulasi, membuat regulasi-regulasi baru yang kondusif untuk pembangunan dalam rangka tujuan nasional dan mengganti regulasi-regulasi yang sudah usang atau tidak produktif bagi pembangunan. Dengan demikian, perubahan atau pergeseran cara pikir dan cara sikap tercermin dalam perilaku struktural birokrasi. Hal ini merupakan kondisi yang perlu untuk menjadikan gerakan revolusi mental ini masif dan berdampak besar bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Pemerintah atau penyelenggara negara melakukan inovasi kepemerintahan (governance innovation) yang pertama-tama memang mensyaratkan adanya gerakan pergeseran pola pikir dan laku yang pada saat yang sama menciptakan efek ikutan yang positif bagi kehidupan berbangsa bernegara. Seperti dicanangkan di awal konseptualisasi gerakan ini oleh Pokja Revolusi Mental Tim Transisi, Revolusi Mental merupakan gerakan struktural lewat pendekatan sosial budaya. Tanpa harus mempertentangkan pembangunan bidang sosial budaya dan pembangunan bidang ekonomi, Revolusi Mental pada akhirnya dapat menjadi penanda, pengingat, dan penggerak pikiran untuk bersikap produktif dalam pembangunan, dan itu harus dimulai dari model tingkatan tertinggi yang mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yang sebagiannya termanifestasi dalam konseptualisasi revolusi mental dalam politik, ekonomi, dan budaya sebagai inspirasi Indonesia baru.

KREATIVITAS SOSIAL DAN PROSES PENCIPTAAN NILAI

Revolusi Mental juga dapat kita lihat sebagai bentuk kreativitas dan gerakan sosial. Dampaknya tidak akan terasa bila revolusi mental hanya dipahami dan dijalankan oleh sebagian orang Indonesia. Sosialisasi dan internalisasi serta utilisasi revolusi mental dalam kehidupan sehari-hari berbangsa bernegara menjadi begitu menantang pada saat bangsa ini dihadapi atau berada pada situasi bangsa yang penuh dinamika politik, ekonomi dan sosial budaya serta kompleks secara nasional, regional, dan internasional.

Manifestasi revolusi mental perlu menjadi gerakan komunitas yang dalam konteks yang lebih kecil daripada negara dapat memunculkan banyak kreativitas untuk dan dari kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam konteks sosial di mana interaksi dengan orang-orang dan dengan artifak-artifak lingkungannya (dokumen, produk, praktik unggulan, rekam jejak). Kajian terhadap orang-orang kreatif dan objek-objek kreatif menunjukkan bahwa kebanyakan inovasi ilmiah, artistik dan komersial muncul dari pemikiran bersama, percakapan bersama yang berfokus pada pemecahan masalah, dan sharing atau bagi pengalaman dan pengetahuan dari berbagai macam pihak; hal ini menekankan pentingnya dimensi sosial dari kreativitas (social creativity). Revolusi mental merupakan bentuk karya kreativitas sosial Capres dan kemudian Presiden Jokowi yang dalam implementasinya menuntut kepemimpinan yang tegas dan kuat. Tidak ada inovasi tanpa kepemimpinan (doing the right things)!

Ingin membaca selengkapnya tentang metode pengembangan PARADIGMA INOVASI, silakan kontak buku[at]avantifontana.com

Bekasi, 14 Maret 2016
Salam Inovasi Indonesia,
Avanti Fontana