PENGARUH PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA DI ERA GLOBAL
TERHADAP KETAHANAN NASIONAL
Perspektif Modernis, Simbolis, dan Postmodernis*

Avanti Fontana

1. Latar Belakang
Di era globalisasi dewasa ini, hampir tidak mungkin membuat batas-batas kehidupan sosial budaya yang absolut di antara satu Negara dengan Negara lain. Gaya hidup di New York, Paris, London atau Tokyo dapat terlihat juga di Jakarta. Kehidupan urban semakin meningkat dan mengubah gaya kehidupan individu dan bahkan keluarga dewasa ini dibandingkan 20 atau bahkan 10 tahun lalu.
Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, setiap sudut dunia seakan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Dengan Internet, arus data, informasi dan pengetahuan dari sudut dunia mana pun dapat dengan mudah diakses dan diketahui. Produk-produk kebudayaan bebas terakses atau diperjualbelikan. Perdagangan cyber membuat batas antar Negara semakin kabur.
Disadari dan/atau tanpa disadari, difusi ide-ide, baik berupa sistem sosial budaya dari luar masuk dan dapat ikut terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat wilayah atau negara. Pengaruh yang dinamis dan kompleks tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat/bangsa suatu negara, tak terkecuali masyarakat dan bangsa Indonesia.
Tulisan ini mengangkat permasalahan bagaimana melakukan filter dan mengadaptasi nilai-nilai positif (mengambil manfaat) dan mengeliminasi nilai-nilai sosial budaya global yang tidak sesuai dengan budaya bangsa (kearifan lokal, kearifan nasional) sehingga jati diri bangsa tidak melemah dan hilang di tengah arus perkembangan sosial budaya global yang terus memapar di masyarakat lewat berbagai cara dan kepada siapapun mulai dari anak-anak usia dini hingga dewasa.
Premis tulisan ini adalah bahwa keberhasilan menyaring dan mengadaptasi pengaruh perkembangan sosial budaya global dipengaruhi oleh paradigma para pemangku kepentingan, pengambil kebijakan (atau dapat penulis singkat dengan istilah Pemimpin Tingkat Nasional) yang ada di pusat dan daerah dan di berbagai tingkatan organisasi.
Penulis menggunakan tiga perspektif dari teori organisasi (Hatch 2006) untuk melihat permasalahan tersebut di atas: modernis, simbolis, dan postmodernis.

2. Pembahasan
Pengaruh perkembangan sosial budaya di era global dapat dijelaskan dengan Soft Power Index. Istilah tersebut diperkenalkan oleh Joseph Nye pada tahun 1990. Soft Power merupakan kemampuan suatu Negara mempengaruhi tindakan pihak lain/Negara lain melalui persuasi atau atraksi/daya tarik, alih-alih melalui paksaan. Untuk memahami pemicu utama Soft Power dan bagaimana suatu Negara mengakumulasinya sepanjang waktu, variabel-variabel yang mendefinisikan Soft Power dibagi dalam tiga kelompok: Citra Global (Global Image), Integritas Global (Global Integrity) dan Integrasi Global (Global Integration), lihat Bagan 1.

Bagan 1. Tiga Komponen Soft Power

Hasil Survei Soft Power Negara Sedang Berkembang (Ernst & Young 2012) menempatkan Indonesia pada urutan ke-20. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kepengaruhan Indonesia terhadap Negara-negara lain belum optimal, namun sebaliknya, Indonesia cenderung mengalami serbuan pengaruh dan persuasi sosial budaya, baik yang bersifat produktif maupun tidak produktif. Contoh: rangking universitas dan dibukanya program-program internasional di Indonesia dalam rangka rangking universitas secara global telah membawa dampak pada mekanisme rekrutmen dan seleksi mahasiswa serta perubahan kebijakan di perguruan tinggi yang tidak sempat dipikirkan secara matang dan bahkan bisa mengorbankan kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini bersamaan dengan semakin maraknya internasionalisasi universitas-universitas dari Negara-negara maju hadir di Indonesia.
Berdasarkan sekilas gambaran Soft Power di atas, yang menunjukkan peluang keterpengaruhan Indonesia oleh luar negeri dan kendala Indonesia mempengaruhi luar negeri, penulis mengadopsi tiga perspektif kebijakan sebagai upaya memaknai pengaruh perkembangan sosial budaya global terhadap Indonesia. Upaya pemaknaan ini dapat berimplikasi pada kebijakan pengambilan sikap dan keputusan terkait kehidupan sosial budaya bangsa di era global ini.
a. Perspektif Modernis melihat perkembangan dan pengaruh sosial budaya global sebagai kondisi objektif yang dapat membantu pencapaian tujuan. Misalnya tujuan pendidikan nasional menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 3: “Pendidikan nasional … bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Perkembangan baru dunia yang kemudian dimasukkan dalam kurikulum atau isi materi pendidikan anak-anak Indonesia seperti penggunaan Internet di ruang kelas, penggunaan “buku teks” Internet, dan pengajaran Bahasa Inggris sejak usia dini merupakan bentuk manifestasi adaptasi perkembangan sosial budaya global tersebut.
Dengan itu perkembangan sosial budaya global dilihat sebagai faktor yang dapat menunjang pencapaian tujuan atau dapat menghambat pencapaian tujuan. Selama ia diterima, selama itu ia dilihat sebagai faktor yang mendukung pencapaian efisiensi dan efektivitas organisasi atau Negara, dan sebaliknya. Dalam perspektif modernis ini, filternya adalah dapat atau tidak dapat membantu dalam pencapaian tujuan organisasi/Negara dan bentuk adaptasinya adalah penerapan bentuk-bentuk pengaruh sosial budaya global di sekolah dan kurikulum.
Dalam konteks perkembangan sosial budaya di era global, tujuan pun dapat dipengaruhi agar sejalan dengan tujuan pemilik Soft Power yang dominan atau Negara yang mau ditiru atau diemulasi, yaitu Negara-negara maju, dalam hal ini yang dominan Amerika Serikat dan yang mulai muncul dari Asia Timur, China dan Korea Selatan.
b. Perspektif Simbolis (Simbolis Interpretatif) melihat bahwa perkembangan sosial budaya suatu masyarakat atau Negara adalah hasil konstruksi sosial masyarakat suatu Negara. Dalam konteks global, konstruksi sosial ini tidak steril dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya global. Perspektif ini dapat menjelaskan permasalahan bagaimana memfilter dan mengadaptasi nilai-nilai positif serta mengeliminir nilai budaya global yang tidak sesuai dengan kearifan budaya nasional sejauh pemangku kebijakan (pengambil kebijakan) dan pemangku kepentingan di berbagai sektor terkait memiliki konstruksi sosial yang sama tentang apa yang baik (positif) dan apa yang tidak. Nilai-nilai dan pandangan dasar suatu Negara (seperti ideologi dan UUD 1945, dan wasantara) dapat menjadi panduan dalam proses konstruksi sosial tersebut.
Pertanyaannya adalah siapa yang melakukan konstruksi sosial ini. Siapa yang memimpin proses konstruksi sosial ini? Perspektif simbolis melihat bahwa perkembangan sosial budaya di era global dapat mempengaruhi Indonesia sejauh hal itu sudah dipersepsikan dan dikonstruksikan secara sosial oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini adalah salah satu bentuk filter dan juga bentuk adaptasi. Sebaliknya, ketidakberhasilan memfilter dapat tercermin dari munculnya simbol-simbol pengaruh sosial budaya global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa seperti gaya berpakaian a la Barat yang berbeda dengan gaya berpakaian a la Timur yang memenuhi tatanan nilai sosial masyarakatnya; penggunaan Bahasa Inggris di sekolah-sekolah bertaraf internasional; pendirian program-progra internasional di perguruan tinggi; dan pencapaian rangking universitas secara global.
c. Mekanisme pengawasan dan filter pengaruh perkembangan sosial budaya global dapat lebih dijelaskan dengan perspektif postmodernisme. Perspektif ini mengatakan bahwa tidak ada kebenaran absolut (Truth). Postmodernis adalah mereka yang anti hegemoni kekuasaan, yang mempertanyakan dan menggugat situasi dan kondisi yang memarjinalkan kelompok/pihak lain yang tertindas. Postmodernis melakukan dekonstruksi dalam rangka pembaruan situasi dan kondisi.
Perhatian postmodernis dalam kaitannya dengan pengaruh perkembangan budaya Indonesia adalah apakah pengaruh sosial budaya yang masuk ini mengancam ketahanan nasional; apakah pengaruh sosial budaya ini menciptakan hegemoni kekuasaan (meningkatkan di satu pihak Soft Power Index) Negara lain atau memberdayakan seluruh pemangku kepentingan nasional.
Ketiga pendekatan tersebut dapat dipakai secara bersamaan untuk memfilter dan/atau mengadaptasi pengaruh perkembangan sosial budaya di era global dalam rangka ketahanan nasional.

3. Simpulan
Pengaruh perkembangan sosial budaya di era global perlu disikapi dengan bijaksana mempertimbangkan kepentingan ideologi bangsa, wawasan nusantara, ketahanan nasional, sistem manajemen nasional, kewaspadaan nasional, dan kepemimpinan nasional.
Para pemangku kepentingan, para pengambil kebijakan dan masyarakat perlu bersatu padu membangun kembali (rekonstruksi sosial) makna jati diri bangsa dalam kehidupan sosial budayanya termasuk menyikapi dengan bijaksana berbagai pengaruh sosial budaya di era global.
Pola pikir dalam perspektif modernis, simbolis, dan postmodernis perlu dipahami oleh setiap pengambil kebijakan (pemimpin tingkat nasional) dalam rangka menyaring dan mengadaptasi sosial budaya global nilai-nilai positif serta meningkatkan daya persuasi dan daya tarik Indonesia di mata dunia.
Soft Power Index dapat dijadikan indeks keterbukaan dan keintegrasian sosial budaya di tingkat global. Semakin tinggi Soft Power Index, semakin terbuka dan terintegrasi Indonesia dengan standar global. Hal ini harus dapat dicapai dengan tanpa mengorbankan ketahanan nasional Indonesia. Di sinilah terlihat jelas keterkaitan antar gatra yang ketangguhannya dipengaruhi oleh interaksi gatra dengan faktor-faktor sosial budaya (di era) global.

4. Daftar Pustaka
– Hatch, Mary J. 2006. The Theory of Organizations. Oxford.
– Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Modul BS Ideologi.
– Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Modul BS Wawasan Nusantra.
– Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Modul BS Ketahanan Nasional.
– Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Modul BS Sismennas.
– Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Modul BS Kewaspadaan Nasional.
– Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Modul BS Kepemimpinan.
– Lemhannas RI. 2013. PPRA L. Bahan-bahan Ceramah Tajar BS. Lingkungan Strategis Kontemporer, SBS. Isu Global Kontemporer.
– Mangindaan, Robert. 2013. Isu Global Kontemporer. Bahan-bahan Presentasi dalam Ceramah Kelas PPRA L. Lemhannas RI.

Catatan Kaki
1. Lihat http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/Rapid-growth_markets_soft_power_index:_Spring_2012/$FILE/softpowerindex.pdf (Ernst & Young, Spring 2012) (Akses 26 Juni 2013, 19.00 WIB)

2. Joseph Nye, Bound to Lead: The changing nature of American power. (New York: Basic Books, 1990).

3. Lihat http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/Rapid-growth_markets_soft_power_index:_Spring_2012/$FILE/softpowerindex.pdf (Ernst & Young, Spring 2012) (Akses 26 Juni 2013, 19.00 WIB)

*Tulisan dipresentasikan pada Diskusi Kelompok 1 Juli 2013, PPRA-L/Pok E/Lemhannas RI