Mengikuti proses penilaian inovasi dalam Penghargaan Pembangunan Daerah 2019 yang diselenggarakan Bappenas merupakan kesempatan yang istimewa. Saya memperoleh kesempatan untuk memberi apresiasi terhadap langkah-langkah inovatif yang telah dilakukan Pemerintah Daerah di daerah masing-masing (tingkat provinsi atau tingkat kabupaten atau kota). Ada langkah-langkah inovatif yang berpotensi untuk menghasilkan output dan outcome atau dampak yang lebih besar dan berjangka panjang (berkelanjutan). Ada karya-karya inovasi dalam bentuk program pelayanan untuk meningkatkan kesehatan lingkungan hidup masyarakat yang diawali dengan upaya pendataan lapangan bagi masyarakat yang membutuhkan. Ada karya-karya inovatif yang baru di tahap “invensi” sehingga masih membutuhkan banyak upaya untuk pengujian dan diseminasi luas di kalangan pengguna, yang nota bene adalah para warga. Inovasi yang efektif akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat, yang diawali dengan indikator-indikator seperti penurunan angka pengangguran, penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, serta peningkatan indeks pembangunan manusia hingga tingginya tingkat pemberdayaan masyarakat.

Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana berinovasi secara sistematis. Pelaku perlu menguasai disiplin proses inovasi, mulai dari tahap penggalian ide, seleksi ide hingga tahap pengembangan ide menjadi “produk”, yang kemudian disebarluaskan kepada para warga terkait. Disiplin proses inovasi tersebut perlu dukungan ekosistem inovasi yang kondusif. Pemerintah Daerah di tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga desa bahkan harus membangun secara kolaboratif ekosistem inovasi di daerah; berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan mulai dari hulu hingga hilir.

Proses kreatif saat tahap ideasi (dalam proses inovasi) harus terjaga staminanya sedemikian rupa sehingga ide inovasi yang dihasilkan berjumlah banyak dan berkualitas.

Ada setidaknya lima checklist kinerja inovasi yang saya tampilkan pada kesempatan ini, dan sekaligus menjadi acuan bilamana sebuah karya atau “produk” inovasi sudah optimal atau belum.

1. Kinerja Ekosistem: para pelaku inovasi mampu menciptakan ekosistem inovasi yang kondusif dan berkelanjutan. Ekosistem inovasi merujuk pada interaksi kolaboratif pelaku inovasi dan pemangku kepentingan serta komponen-komponen utama dalam organisasi seperti budaya organisasi, desain dan struktur dalam organisasi, yang akan menunjang jalannya proses inovasi. Ekosistem akan semakin kondusif karena dibangun dalam akumulasi proses inovasi yang efektif.

2. Kinerja Teknis: pelaku inovasi berhasil menerjemahkan ide kreatif dan inovatif menjadi “produk” inovatif.

3. Kinerja Difusi: pelaku inovasi berhasil menyebarluaskan “produk” inovatif tersebut kepada masyarakat luas yang membutuhkan atau yang menjadi target dari dibuat/diciptakannya “produk” tersebut.

4. Kinerja Sosial: “produk” inovatif (output inovasi) yang telah disebarluaskan mampu menciptakan dampak sosial sesuai dengan yang dirancang-harapkan oleh pelaku inovasi dari sejak awal proses penciptaan produk. Skenario kinerja sosial harus dirancang sejak awal proses inovasi; bahwa pencapaiannya bisa saja melebihi target karena dampak kinerja sosial yang bisa berlipat-ganda berkat berbagai upaya yang terjadi dalam proses difusi atau penggunaan/penerapan “produk” inovatif di lapangan.

5. Kinerja Ekonomi: diseminasi dan kinerja atau dampak sosial tersebut pada gilirannya menciptakan dampak secara ekonomi atau dapat dihitung keuntungannya secara ekonomi termasuk di dalamnya kalkulasi kesejahteraan yang berhasil ditingkatkan karena adanya penurunan angka pengangguran, peningkatan pendapatan masyarakat, dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

Terima Kasih

Wawancara Avanti Fontana (2010)

Artikel Kepemimpinan & Manajemen Inovasi (2017)